Kiai Ali Mustafa Ya'qub: Kalau ada yang beda akidah, Dia adalah kawan


Islamoderat.com ~ Umat Islam Indonesia kehilangan lagi salah satu sokoguru bidang hadis. Kabar tentang wafatnya Kiai Ali Mustafa Ya'qub menyebar begitu cepat hingga seluruh penjuru dunia pun merasa kehilangan sosok beliau yang dikenal sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal dan pengasuh Darussunnah. 



Ya, KH Ali Mustafa Yaq’ub termasuk satu diantara ulama Indonesia yang fokus menekuni bidang hadits. Pilihan itu bermula sejak ia belajar di Pesantren Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Menurut guru besar ilmu hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, Kiai Bisri Syamsuri lah yang banyak menumbuhkan benih-benih kecintaannya pada ilmu hadits. 

“Beliau (Kiai Bisri) yang mendorong saya untuk mencintai hadits, karena beliau mengatakan bahwa belajar hadits itu lain dari belajar fiqih, lebih nikmat belajar hadits. Karena dalam belajar hadits itu banyak membaca shalawat, sementara fiqih tidak,” tuturnya sembari mengisahkan ihwal gurunya yang telah mendahuluinya.

Diantara sekian banyak pendapat yang ia sampaikan, ada hal penting terkait bagaimana seharusnya sikap Muslim terhadap Non-Muslim. “Kalau ada yang beda akidah, Tuhan-nya mungkin bukan Allah. Dia adalah kawan,” kata Kiai Mustafa Ya’qub pada acara pengajian di Kalimatan. 

“Sepanjang tidak memusuhi kita, mereka disebut kawan,” jelasnya.

Tokoh yang menyelesaikan program doktor di Universitas King Saud, Arab Saudi ini kemudian bercerita, “Rasulullah pernah berkawan dengan orang Yahudi. Namanya Muhairik. Ia adalah pendeta Yahudi, ahli kitab Taurat. Saking akrabnya pendeta itu dengan Rasulullah ketika perang Uhud pendeta itu ikut berperang , berpihak kepada orang Islam,” katanya mengisahkan.

“Pendeta tersebut juga berwasiat, kalau dia gugur semua kebun kurmanya untuk Rasulullah Saw agar dipakai untuk kepentingan apa yang dimaui Rasulullah,” lanjutnya.

Ketika perang usai, sambung dia, dicari siapa saja yang gugur dalam medan perang. Dan diantara mereka yang gugur adalah Muhairik. 

“Maka sesuai pesannya, akhirnya Rasulullah mengambil kebun kurma milik Muharik,” ujar Rais Syuriyah PBNU periode 2010-2015 ini.

Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal yang telah menghasilkan puluhan karya ilmiah ini, Kamis (28/4) pagi menghembuskan nafas terakhir. Ia meninggal di RS Hermina, Ciputat dalam usia 64 tahun. 

Dari Almaghfurlah ada pesan penting yang selayaknya menjadi pegangan bagi umat Islam. “Harus diingat sesama orang Islam jangan saling caci-mencaci, apalagi sampai sesat-menyesatkan, atau kafir-mengkafirkan." (Zunus/nu.or.id)