Sebentar Lagi Setya Novanto Pasti Lengser, Berikut Ini Alasan Lengkapnya


Islamoderat.com ~ Terlepas dari manuver Sudirman Said yang kemungkinan besar disuruh JK untuk menghantam Setya Novanto dan Luhut Panjaitan dengan menggunakan rekaman Marouf Syamsudin, kita bersyukur bahwa rekaman MS sudah terbuka ke public sehingga public tahu bagaimana permainan elit-elit Negara ini.

Setya Novanto jelas-jelas bersalah. Terlepas dari tuduhan benar atau tidaknya Pencatutan nama Presiden dan Wapres, Setya Novanto terbukti salah (melanggar etika anggota DPR) dengan bertemu Marouf Syamsudin dan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kontrak karya PT.Freeport.


Kasus Papa Minta Saham ini adalah pelanggaran kedua yang dilakukan Setya Novanto setelah sebelumnya melanggar etika karena bertemu dengan Donald Trump. Diatas kertas seharusnya sudah tidak ada alasan lagi bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan wajib untuk menjatuhkan sanksi berat pada SN berupa pemecatannya sebagai anggota DPR sekaligus mencopot jabatannya sebagai Ketua DPR.

Tetapi di sisi lain Setya Novanto adalah ujung tombak dari KMP. SN adalah elit terpenting dari KMP yang selama ini mampu mengatur “pertempuran politik” antara KMP dengan KIH dimana KMP selalu Berjaya dan merontokkan perlawanan KIH. Inilah yang membuat otomatis KMP wajib melindungi posisi Setya Novanto.

Sudah menjadi rahasia umum DPR kita dikuasai KMP. Jajaran pimpinan DPR semuanya adalah orang-orang KMP. Ketua-ketua Komisi dan Alat Kelengkapan Dewan juga dikuasai KMP. Dengan kondisi begitu KMP sangat leluasa memainkan peran politiknya dan semua strateginya di Parlemen.

Sejak awal Kasus Papa Minta Saham meledak gw sudah pesimis akan hasil akhirnya. Prediksi gw KMP akan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan Setya Novanto sebagai Ketua DPR. Kasus Donald Trump yang menguap menjadi bukti bahwa KMP mampu melakukan hal-hal yang luar biasa sehingga Setya Novanto bisa lolos. Kata kuncinya adalah Bargaining Politik. KMP selalu mampu melakukan hal tersebut.

Lolosnya Setya Novanto dari jerat sanksi MKD sewaktu kasus Donald Trump tidak lebih karena factor Bargaining Politik. PDIP dan KIH menyerah ketika KMP menawarkan barter kasus ini dengan dukungan Pengesahan RAPBN 2016. Kalau KIH ngotot menjatuhkan sanksi pada Setya Novanto waktu itu maka APBN 2016 akan ditahan oleh KMP. 

Pemerintah akan rugi, rakyat akan rugi, begitu juga dengan KIH. Akhirnya terjadi Deal antara KIH dengan KMP sehingga kasus Donald Trump menjadi Kasus Asap. Yang namanya Asap kalau tertiup angin ya lenyap dengan sendirinya. Hehehee.

Kembali ke kasus Papa Minta Saham, sejak awal gw sudah pesimis MKD akan mampu menjatuhkan sanksi kepada Setya Novanto. Secara UU dan tata-tertib DPR dalam kasus PMS ini MKD diwajibkan untuk menjatuhkan sanksi berat terhadap SN. Tetapi DPR sekaligus MKD memang dikuasai oleh KMP. Setya Novanto lengser maka kekuatan KMP di Parlemen akan runtuh. Ini tidak akan dibiarkan oleh KMP.

Kemudian kita lihat KMP mulai melakukan manuver dengan mengganti sebagian besar Hakim di MKD. Gw masih senyum-senyum melihat aksi-aksi tersebut. Begitu banyaknya pihak (public) yang bersuara meminta MKD mampu melakukan tugasnya dengan baik tetapi KMP masa bodoh. Yang penting Setya Novanto harus selamat. Dan terbukti Sudirman Said dan Marouf Syamsudin yang dipanggil sebagai saksi digencet habis-habisan oleh para Hakim MKD.

Tetapi yang akhirnya membuat gw nggak bisa tersenyum lagi dan benar-benar putus arang bahwa Setya Novanto akan diberi sanksi MKD adalah ketika mengetahui bahwa ternyata PDIP telah melakukan maneuver. PDIP melakukan Operasi Senyap dibalik keributan yang terjadi di MKD.

Tepatnya ketika Marouf Syamssudin disiksa oleh Hakim MKD dengan pemeriksaan selama 11 jam dan public secara langsung menyaksikan itu, diam-diam Fraksi PDIP dan Menkumham dari PDIP bertemu dan bernegosiasi dengan Baleg DPR yang dikuasai Golkar. Terjadilah Deal bahwa 2 RUU yang sudah ditolak public yaitu Revisi UU KPK yang ingin mengkerdilkan KPK dan UU Pengampunan Pajak diminta PDIP agar bisa dimasukkan ke Prolegnas 2015. Dan Baleg DPR sudah menyetujuinya.

Gila coy. Gw nggak tau itu kongkalikong berasal dari tawaran Baleg DPR (Golkar) atau inisiatif PDIP. Semua orang sudah tahu bahwa selama ini Megawati sangat mendendam pada KPK dan berniat menghapus lembaga Anti Korupsi ini. Kemungkinan KMP meminta Baleg DPR untuk melakukan penawaran pada PDIP dan disambut dengan hangat sekali. Dampaknya kemudian kita lihat Wakil Ketua MKD dari PDIP Junimart Ginsang menjadi slowdown dalam sidang-sidang MKD.

Hari berikutnya kita lihat bagaimana MKD sangat tunduk pada si Teradu/terlapor Setya Novanto. Si Terlapor Setya Novanto berhasil mengatur MKD agar pemeriksaannya berlangsung tertutup. SN juga mengatur MKD agar jadwal pemeriksaannya mundur sebanyak 2 kali. Dan MKD juga hanya manut-manut saja ketika SN meminta tidak ada Tanya jawab dalam sidang itu.


Sidang yang hanya berlangsung singkat selama 3 jam dipotong rehat hanya berisi pembacaan pembelaan Setya Novanto terhadap kasus Papa Minta Saham. Kita semua melihat wakil PDIP oke-oke saja dengan semua permintaan Setya Novanto. Tetapi diluar sidang MKD ternyata DPR mengumumkan besoknya akan ada Sidang Paripurna DPR untuk mensahkan RUU/ Revisi UU KPK dan RUU pengampunan Pajak resmi menjadi Prolegnas 2015. Gubraakkh. Ternyata sudah terjadi deal dibelakang sidang MKD.


Jadi waktu DPR mengumumkan akan Sidang Paripurna untuk kedua RUU itu, gw sudah mengambil kesimpulan bahwa Setya Novanto akan lolos dari jeratan Kasus Papa Minta Saham. Nafsu PDIP yang ingin mengkerdilkan KPK menjadi factor PDIP merelakan Setya Novanto lolos dari perangkap offside.

Untunglah tiba-tiba ada tekanan hebat yang datang dari Istana Negara. Jokowi Marah besar. Semua pihak terkejut, MKD juga bingung. Kemarahan Jokowi menimbulkan tekanan hebat pada KMP sekaligus tekanan pada PDIP. Jokowi meminta dengan tegas agar Lembaga Negara tidak dipermainkan. Tentu maksud Jokowi pada substansi MKD tidak boleh dijadikan alat komoditas politik.

Tekanan berikutnya datang dari Kejaksaan Agung yang menyatakan dalam rekaman Marouf Syamsudin terindikasi ada unsur pidana. Senada dengan itu Kapolri sudah menyatakan mungkin ada unsur permufakatan Jahat dalam rekaman tersebut.

Dan pamungkasnya ketika Polri menyatakan Jokowi sudah meminta Polri untuk mencari tahu keberadaan Reza Chalid. Inilah tekanan terkuat yang harus dihadapi MKD dan KMP secara umum.
MKD bisa-bisa aja mengatur strategi dan melambat-lambatkan waktu Sidangnya demi lolosnya Setya Novanto. Apalagi PDIP juga sudah merelakan Setya Novanto lolos dari Sanksi. 

Tetapi semua itu tidak akan berarti apa-apa kalau tiba-tiba Reza Chalid berhasil dihadirkan oleh Polri ke Kejaksaan Agung. Kasusnya sudah menjadi Pelanggaran Hukum. Dalam hal ini apapun hasil sidang MKD sudah tidak berpengaruh lagi. Setya Novanto bisa lolos dari MKD tetapi bila Reza Chalid sudah berada di Kejaksaan Agung maka Setya Novanto tidak bisa lolos lagi.

Kabar terbaik datang tadi malam yaitu Sidang Paripurna DPR gagal dilaksanakan. RUU KPK dan RUU Pengampunan Pajak belum resmi masuk Prolegnas. Kelihatannya deal politik antara KMP dengan PDIP mengalami hambatan dari tekanan publik dan tekanan Presiden Jokowi. ini berita yang sangat baik sehingga PDIP harus bisa menekan MKD sesuai proporsinya.

Saat ini yang terbaik dari KMP adalah mempersiapkan pengganti Setya Novanto. KMP harus iklas Setya Novanto dilengserkan. Dan yang terberat posisinya adalah Golkar. Dua kubu yang ada di Golkar akan mati-matian memperebutkan posisi yang ditinggalkan Setya Novanto.

Yuk kita tunggu drama selanjutnya, masbro. Hehehee..

sumber kompasiana