Islamoderat.com ~ Berikut adalah himbauan dan pernyataan resmi dari Habib Nabil bin Fuad Al-Musawa, kakak dari Almarhum Habib Mundzir Al-Musawa Pimpinan Majelis Rasulullah Saw., lewat jejaring sosial facebook miliknya terkait berita tidak diizinkannya menggelar pengajian di Monas (Monumen Nasional).
"Salam. Anak-anakku jamaah Majelis Rasulullah SAW, dan para pencinta Sayyidina Muhammad Saw. Mengawali pagi ini dengan doa: اللهم بك أصبحنا وبك أمسينا lalu kita membaca al-Quran Kalam Allah yang suci dan mulia, lalu melatih lisan kita dengan ratib dan dzikir. Sehingga hati dan lisan kita selalu bersih dan pembicaraan serta niat kita pun selalu suci dan tidak pernah terlintas untuk mencaci-maki dan berburuk sangka pada orang lain.
Guru Mulia kita Habibana Umar bin Hafidz mengajari kita kelembutan dan kesantunan budi bahasa dan cinta terhadap orang lain, dan membalas kejahatan dengan kebaikan dan doa, bukan dengan sesama kejahatan.
Saat Imam Ja’far ash-Shadiq berjalan bersama anaknya lalu dicaci-maki orang lain di depan orang banyak, beliau diam seribu bahasa, padahal orang tersebut mencaci dengan kata-kata yang kasar dan kotor. Lalu anaknya bertanya pada Imam Ja’far: “Mengapa Ayah diam saja?”
Jawab Imam Ja’far: “Ayah dan nenek moyangku tidak pernah mengajariku mencaci-maki, jadi aku tidak tahu bagaimana cara membalasnya wahai anakku."
Subhanallah. Demikianlah para Imam Ahlussunnah dan ulama habaib, ada diantara mereka yang saat dicaci-maki menjawab: “Semoga memang yang kau katakan dan engkau tuduhkan itulah yang benar, sehingga engkau selamat.”
Demikianlah pula Guru Mulia kita Habibana Umar bin Hafizdz tidak pernah membalas cacian dan makian, selain jika sudah berlebihan beliau menjawab: “Hadakallah (semoga Allah Swt. memberimu hidayah).”
Jadi kita tidak perlu terprovokasi dengan orang-orang yang bermulut kotor atau yang memanas-manasi kita. Tetaplah jawab dengan santun dan hindari berdebat. Sebab jihad terbesar kita bukan melawan orang lain tetapi melawan hawa nafsu kita, terutama mulut dan hati kita dari menyakiti orang lain. Itulah yang paling sulit dan paling berat. Mengangkat senjata itu anak kecil jika diajari bisa, tapi menahan nafsu seorang ulama atau ahli ibadah pun belum tentu mampu.
Terkait arogansi Ahok maka kita anggap wajar saja, dia non-Muslim dan dia obyek dakwah. Yang lebih parah dari diapun banyak. Yang penting jangan kita malah jadi sama dengan dia, itu yang salah besar. Kita pasti akan bersikap terhadap Ahok, tapi sikap yang elegan dan penuh pertimbangan, bukan mencaci-maki dia, "kana idzan mitsluhum" (nanti kita jadi sama dengan dia).
Lalu terhadap kritik saudara-saudara kita yang lain yang diajari oleh guru mereka biasa bermulut kotor dan mencaci-maki, mari kita katakan: “Aamiin, semoga Anda yang benar dan kami yang salah, sehingga dengan kata-kata Anda dan tuduhan Anda itu tidak akan mencelakakan Anda di hari kiamat nanti.”
Kalau mereka terus memaksa kita dan menyindir kita, katakan: “Demi Allah, kami jamaah Majelis Rasulullah tidak pernah mendengar Guru kami mencaci dan memaki orang sekalipun, dan kami akan istiqamah dengan manhaj ini sampai kami wafat!”
Tegas itu perlu, mengambil sikap juga wajib, tapi kita tidak akan pernah mencaci dan memaki orang selamanya. Jangan beralasan kita harus jihad, karena jihad qital (peperangan) syaratnya harus dipimpin oleh penguasa resmi yang Islami. Sekarang marhalah (tahapan) dakwah kita, adalah saat Nabi Saw. di Makkah, 13 tahun beliau berdakwah disiksa dan dicaci tidak pernah dibalas oleh beliau. Bahkan ada 360 patung di Ka’bah Baitullah tidak pernah satupun diusik oleh beliau Saw. padahal berhala seperti itu adalah kesyirikan terbesar. Mengapa? Karena periode itu adalah periode mendidik diri dan hawa nafsu lebih dulu.
Bagaimana mau berjihad kalau hawa nafsu saja belum bisa diperbaiki, bagaimana mau nahi munkar kalau mulut saja sering mengucapkan kata-kata kotor dan menyakiti saudaranya sesama Muslim? Bagaimana mau menegakkan syariat kalau hatimu masih dipenuhi suudzan dan menuduh tanpa tabayyun kepada saudaramu sendiri yang beriman? Bagaimana mau tegaknya Daulah atau Khilafah kalau engkau tak mampu menjadi Amir atau Khalifah bagi hawa nafsumu sendiri menjadi hamba yang benar-benar menghamba pada Allah Swt.?
Jadi jangan sedih dan jangan ragu wahai anak-anakku, manhaj kalian adalah manhaj yang memiliki sanad dari Guru kalian, dari Guru-guru kalian dan dari Gurunya lagi, demikian seterusnya sampai Nabi Muhammad Saw. Kita akan segera memusyawarahkan langkah terbaik untuk acara Guru Mulia kita, dan kita akan melakukannya dengan istikharah dan hati yang dipenuhi dzikir.
Kalau ada yang mencaci atau masih mengkritik kalian juga, katakan: “Kami mendoakan dengan benar-benar khusyu’ dan ikhlas agar Anda yang benar dan kami yang salah.” Kalau mereka masih mendesak lagi, maka katakan: “Jika Anda yang benar semoga Allah memberi pahala kepada Anda, dan jika kami yang benar semoga Allah tetap mengampuni Anda.”
Insya Allah dengan makin kerasnya ujian dan tantangan serta cemoohan orang-orang kepada Majelis Rasulullah, ini adalah bisyarah akan kemenangan yang dekat dan tegaknya bendera-bendera Majelis ini di seluruh Indonesia bahkan di dunia. Ingatlah saat Sayyidina Muhammad Saw. pemimpin kita dikepung musuh saat perang Ahzab/Khandaq. Dalam keadaan terdesak demikian, tiba-tiba terdengar kabar Yahudi Madinah berkhianat. Dalam keadaan demikian tiba-tiba orang-orang munafik melarikan diri (desersi) dari pasukan kaum Muslimin. Dalam keadaan semua sahabat tercekat luar biasa, Sayyidina Muhammad Saw. malah tersenyum dan berkata: "ABSYIR BINI’MATIN MINALLAAHI WAFATHIN QARIIB (Bergembiralah kalian dengan nikmat dari sisi Allah Swt. dan kemenangan yang sudah dekat)." (Akhukum wamuhibbukum bilkhalishil hubb, Habib Nabil bin Fuad Al-Musawa).