Islamoderat.com ~ Sederhananya, kita katakan bahwa selama ini ketika berbicara sejarah di Indonesia banyak yang masih belum jujur apa adanya. Sejarah dituturkan dan ditulis secara tidak lengkap, atau bahkan sengaja dipotong dan ditutupi karena ada kepentingan tertentu. Yang jelas, dengan gagasan NU mengusung penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional adalah langkah awal agar kita belajar jujur dalam membicarakan sejarah.
Mengapa Hari Santri?
Kaum santri merupakan representasi bangsa pribumi dari kalangan pesantren yang sangat berjasa membawa bangsa ini menegakkan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad 22 Oktober yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Dia juga menerangkan, istilah santri memang asli dari Indonesia, berbeda dengan istilah siswa yang berasal dari Belanda.
Jika dirunut sejarahnya, awalnya Indonesia dianggap negara boneka Jepang oleh Negara sekutu karena kemerdekaannya dinilai pemberian dari Nippon ini. Hal ini bisa dijelaskan, menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Hatta menyambangi Jepang untuk bertemu dengan Kaisar. Rapat besar di Lapangan Ikada juga dijaga ketat oleh tentara Jepang. Belum lagi naskah teks Proklamasi yang diketik oleh orang berkebangsaan Jepang, Laksamana Meida.
Setelah Jepang kalah perang dengan Tentara sekutu atau NICA, mereka berusaha kembali menjajah Indonesia dalam agresi militer kedua. Ternyata tentara NICA dikagetkan oleh perlawanan orang-orang pribumi dari kalangan santri. Dari sinilah mereka berpikir, bahwa kemerdekaan Indonesia bukan karena pemberian dari bangsa Jepang, melainkan betul-betul didukung oleh seluruh rakyat Indonesia.
Sebab itu, penetapan Hari Santri Nasional bukan hanya sebagai agenda kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia yang ketika itu digerakkan oleh Resolusi Jihad, yakni fatwa jihad KH. Hasyim Asy’ari yang menyatakan bahwa membela tanah air dari penjajah hukumnya fardhu 'ain atau wajib bagi setiap individu. (Sejarawan dan Ketua Lesbumi NU KH. Agus Sunyoto).
Tiga Alasan Dasar Mengapa Presiden Mesti Tetapkan Hari Santri
Jika Presiden pernah mengusulkan 1 Muharam, RMI berpendapat 22 Oktober lebih tepat karena alasan historis. Ribuan pesantren dan jutaan santri sudah menunggu keputusan Presiden terkait dengan Hari Santri Nasional. Kebijakan itu, menguatkan marwah negara. Langkah Presiden Jokowi sudah tepat untuk memberikan penghormatan kepada santri, karena jasa-jasa pesantren di masa lalu yang luar biasa untuk memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal kokohnya NKRI.
Latar belakang pentingnya Hari Santri Nasional adalah untuk menghormati sejarah perjuangan bangsa ini. Hari Santri Nasional tidak sekadar memberi dukungan terhadap kelompok santri. Justru, inilah penghormatan negara terhadap sejarahnya sendiri. Ini sesuai dengan ajaran Bung Karno, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah, Jas Merah!
3 argumentasi utama yang menjadikan Hari Santri Nasional sebagai sesuatu yang strategis bagi negara:
1) Hari Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah tentang Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari.
Ini peristiwa penting yang menggerakkan santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang melawan pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945.
2) Jaringan santri telah terbukti konsisten menjaga perdamaian dan keseimbangan.
Perjuangan para kiai jelas menjadi catatan sejarah yang strategis, bahkan sejak kesepakatan tentang darul islam (daerah Islam) pada pertemuan para kiai di Banjarmasin, 1936. Sepuluh tahun berdirinya NU dan sembilan tahun sebelum kemerdekaan, kiai-santri sudah sadar pentingnya konsep negara yang memberi ruang bagi berbagai macam kelompok agar dapat hidup bersama. Ini konsep yang luar biasa.
3) Kelompok santri dan kiai-kiai terbukti mengawal kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Para kiai dan santri selalu berada di garda depan untuk mengawal NKRI, memperjuangan Pancasila. Pada Muktamar NU di Situbondo, 1984, jelas sekali tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Bahwa NKRI sebagai bentuk final, harga mati yang tidak bisa dikompromikan.
Dengan demikian, Hari Santri bukan lagi sebagai usulan ataupun permintaan dari kelompok pesantren. Ini wujud dari hak negara dan pemimpin bangsa, memberikan penghormatan kepada sejarah pesantren, sejarah perjuangan para kiai dan santri. Kontribusi pesantren kepada negara ini, sudah tidak terhitung lagi.
(Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) KH. Abdul Ghoffar Rozien).
Informasi resmi terkait Hari Santri Nasional silakan kunjungi website nu.or.id dan harisantri.id serta situs-situs NU lainnya. Semoga bermanfaat.
via muslimedianews.com