Islamoderat.com ~ عن العرباض بن سارية رضي الله عنه قال وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم موعظة بليغة وجلت بها القلوب ودرفت منها العيون وقلنا كانها موعظة مودع يارسول الله فاوصنا قال اوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة ولو تأمر عليكم عبد حبشي فانه من يعش منكم فسيرى اختﻻفا كثيرا. عليكم بسنتي وسنة خلفاء الراشدين عضوا عليها بالنواجذ واياكم ومحدثات اﻻمور فان كل محدثات بدعة وكل بدعة ضﻻلة (رواه ابو داود ومسلم كما نقله النواوى فى رياض الصالحين)
Dari al-Irbadl bin Sariah radliyallahu anhu, ia berkata, " Rasulullah menasihati kami dengan sebuah nasihat yang sangat jelas. Bergetar terasa hati kami dan berlinang air mata kami semua mendengar nasihat itu. Kami pun berkata, 'sepertinya ini nasihat perpisahan wahai Rasul Allah, wasiatkanlah kami (sesuatu).' Beliau pun bersabda, 'aku berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah; juga mendengar serta selalu taat (kepada pemimpin) meskipun yang memimpin kalian adalah budak dari habsyi. Sungguh siapa saja yang panjang umurnya di antara kalian, pasti akan melihat banyak perselisihan. Tetaplah kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat bimbingan. Jauhilah oleh kalian segala yang baru (di dalam agama) Karena segala yang baru itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah kesesatan (Riwayat Abu Dawud dan Muslim, sebagaimana dinukil oleh al-Nawawi di dalam Riyadlus Shalihin)
Teks hadits di atas sebenarnya sulit dipahami secara sederhana. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan di sini:
1. Tampaknya al-Irbadl ibnu Sariyah tidak menceritakan secara utuh apa yang didengarnya dari Rasulullah. Sehingga kalimat, " Rasulullah menasihati kami dengan sebuah nasihat yang sangat jelas. Bergetar terasa hati kami dan berlinang air mata kami semua mendengar nasihat itu." tidak dijelaskan bagaimana dan apa isi nasihat itu.
Maka dari itu, boleh jadi riwayat yang disampaikan oleh al-Irbadl itu dituturkannya pada saat usia beliau memasuki usia lanjut. Alangkah wajar jika ada sebagian ingatan al-Irbadl yang hilang.
2. Penekanan di dalam wasiat Nabi itu berporos pada tiga masalah yaitu taqwa kepada Allah, taat kepada pemimpin dan fenomena munculnya ikhtilaf (perselisihan).
3. Munculnya larangan melakukan perbuatan bid'ah agaknya tidak bisa dipisahkan dari tiga poros wasiat tadi.
4. Di sinilah saya kira muncul berbagai varian penafsiran yang tercakup ke dalam pertanyaan berikut;
Apakah perbuatan bid'ah itu terjadi sebagai imbas dari persoalan kekuasaan ataukah bid'ah itu muncul sebagai variabel yang independen dan tidak dipengaruhi oleh variabel yang lain?
5. Jika perbuatan bid'ah dikaitkan dengan kekuasaan, kita lihat hal-hal yang baru dalam beragama yang muncul di dalam beragama seperti shalat tarawih berjamaah dengan hitungan 20 rakaat pada masa Umar ibnu al-Khatthab dan dua kali azan jum'at pada masa Utsman ibnu Affan. Praktek itu tentu memunculkan pertanyaan apakah ini yang dimaksud Nabi di dalam wasiatnya?
6. Jika perbuatan bid'ah dikatakan sebagai variabel yang bersifat independen, maka usaha itu pun sudah dilakukan pada masa Nabi yaitu upaya seorang kepala suku yang ingin mengubah hukum cambuk bagi pezina dengan sedekah 500 ekor kambing (riwayat Muslim).
Oleh : Ust. Abdi Kurnia Djohan