Islamoderat.com ~ Peringatan dan perayaan terkadang menjadi dua hal tak terpisahkan. Setiap perayaan adalah upaya untuk mengingat masa lalu yang berharga. Masa lalu diperlukan untuk merumuskan jati diri. Menyatukan unsur-unsur diri yang tercecer. Menyusun bagian-bagian yang berserakan dan terpisah-pisah. Upaya menembus masa lalu menjadi upaya rekonstruktif atas citra diri kita secara utuh.
Dalam bahasa Arab, Maulid berarti kelahiran. Terkadang Maulid berarti waktu kelahiran atau tempat lahir. Sama seperti kata masjid yang bisa berarti perbuatan bersujud, tempat sujud atau waktu sujud. Namun dalam konteks Maulid Nabi, Maulid berarti kelahiran itu sendiri. Perayaan Maulid Nabi, dengan demikian berarti, perayaan atas kelahiran Nabi.
Mengapa kelahiran Nabi perlu dirayakan? Apakah penting merayakan kelahiran beliau? Bolehkan Muslim merayakan kelahiran Nabinya?
Untuk pertanyaan terakhir, sepertinya akan ada perdebatan di lingkungan umat Islam. Namun faktanya, perayaan Maulid Nabi memiliki sejarah panjang. Perayaan Maulid Nabi adalah salah satu perayaan kuno dalam tradisi Islam. Maulid Nabi sudah dilakukan pada abad pertama hijriah. Oleh siapa? Oleh orang yang dilahirkan saat itu yang kelahirannya diperingatinya sendiri. Dan kemudian secara tersirat, beliau saw telah menganjurkan agar dilakukan pula oleh pengikutnya.
Nabi Muhammad saw. pada abad awal pertama hijriah memiliki kebiasaan unik. Beliau menahan diri mengonsumsi makanan selama sehari penuh. Beliau saw melakukannya setiap hari Senin. Ketika ditanya, mengapa melakukan hal itu, Beliau menjawab, "Pada hari itulah aku dilahirkan..." (HR. Muslim, Ahmad, Nasa'i dan Hakim). Rupanya, beliau saw melakukannya untuk mengenang hari kelahirannya. Hari itu menjadi hari yang istimewa baginya. Saya tidak tahu, apakah pembaca berfikir seperti saya dalam memahami kisah ini.
Perayaan kelahiran Nabi semakin lama mengalami evolusi bentuk. Terdapat berbagai macam model perayaan. Evolusi itu mulai membesar pada abad kedua hijriah pada era pemerintahan Daulah Abbasiyah. Perayaan ini menjadi tradisi tahunan dan menyebar ke seluruh penjuru dunia Muslim saat itu. Kini, Maulid Nabi menjadi fenomena global. Dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Baik dalam skala kecil maupun besar yang melibatkan negara.
Guna memberikan perspektif yang luas tentang Maulid Nabi, sungguh menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kami dapat berbagi dengan pembaca sekalian. Jika biasanya Maulid Nabi dibincang dalam aspek teologisnya, halal-haram atau sunnah-bid'ah, maka melalui buku Sejarah Maulid Nabi: Meneguhkan SemangatKeisIaman dan Kebangsaan Sejak Khaizuran (173 H.) Hingga Habib Luthfi bin Yahya (1947 M.- Sekarang), Maulid Nabi dibincang dari aspek kesejarahannya yang panjang. Maulid Nabi bukan fenomena kemarin sore. Tapi sudah lebih dari seribu tahun yang lalu. Perdebatannya bukan dimulai sejak tiga ratus tahun yang lalu ketika kaum Wahabi tampil ke panggung dunia dengan pedang bid'ahnya. Para sarjana Muslim klasik sudah mendiskusikannya dan umumnya mendukung praktik serta perayaan Maulid Nabi.
Untuk menjelajahi sejarah panjang perayaan Maulid Nabi, kami sajikan buku ini kepada pembaca. Selamat membaca.
KOMENTAR TENTANG BUKU
"Buku ini memperkaya khazanah literatur tentang praktik perayaan maulid Nabi. Sang penulis menyuguhkan telaah historis tentang ritual fundamental yang telah menyertai perjalanan sejarah kaum Muslimin. Buku ini sangat penting untuk dibaca karena sang penulis telah berhasil memaparkan fungsi ritual sosial dan kultural perayaan maulid Nabi. Buku ini mengajak kita untuk mempelajari posisi maulid dalam sejarah dakwah Islam serta fungsinya dalam mengukuhkan identitas sosial dan relijius. Perayaan maulid mempersatukan ummat Islam tanpa menyeragamkan perbedaan. Inilah mengapa buku ini sangat penting untuk dibaca dengan seksama. Selamat kepada Ahmad Tsauri yang telah membuka mata kita terhadap sentralitas maulid Nabi dalam sejarah sosial dan kebudayaan Islam." (Ismail Fajrie Alatas, University Of Michigan AS, Intelektual Muda, dan Pembicara di berbagai Forum Internasional)
"Selain nilai-nilai spiritual religius, perayaan maulid juga memiliki makna historis dan sosiologis yang sarat dengan nilai patriotik dan edukatif. Melalui buku ini penulis berhasil menyingkap akar-akar historis-sosiologis yang selama ini tersembunyi. Buku ini berhasil memperluas cakrawala pikiran dan mendudukkan ritual maulid pada spektrum yang lebih luas dan komprehensif sehingga pembaca bisa keluar dari perdebatan klasik yang tak pernah selesai karena hanya melihat ritual maulid dari sisi ritual formal." (Dr. Al-Zastrouw, Budayawan, Dosen Pasca Sarjana STAINU Jakarta dan Kebumen. Ketua LESBUMI PBNU)
"Buku ini penting dibaca publik. la bicara tentang sejarah "kulturisasi kolosal" atas pesan-pesan kemanusiaan profetik par excellent yang dibawakan sang Nabi yang mulia itu. Keteladanan memiliki pengaruh lebih kuat bagi manusia untuk mengarungi proses menjadi. Meski lebih pada bicara soal sejarah tradisi Maulid, tapi buku ini sarat dengan nuansa keindahan." (KH. Husein Muhammad: Penulis, penerima Award dari Pemerintah USA untuk "Heroes To End Modern-Day Slavery" tahun 2006)
DAFTAR ISI
BAB I Perayaan : Sebuah Gejala Universial -1
BAB II Maulid Nabi, Lokalitas, dan Semangat Kebangsaan -11
BAB III Perayaan Maulid Nabi di Era Klasik - 35
BAB IV Perayaan Maulid di Berbagai Negara - 95
BAB V Sejarah Maulid Nabi di Indonesia -133
BAB VI Maulid Akbar Kanzus Shalawat -175
BAB VII Spiritualitas dan Nasionaiisme dalam Perayaan Maulid Kanzus Shalawat - 213
SEJARAH MAULID NABI
Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan
Sejak Khaizuran (173 H) Hingga Habib Luthfi Bin Yahya (1947 - Sekarang)
Oleh: Ahmad Tsauri
Penerbit: Menara Publisher
Harga: Rp. 60.000,-
Sumber: Toko Buku Al Barokah