Musimedianews.com ~ Paham radikalisme yang bergentayangan saat ini berpotensi memecahbelahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kurangnya benteng pertahanan pada idelologi setiap insan, wabilkhusus para generasi muda, memberikan peluang paham tersebut berkembang biak. Inilah secuil intisari dari bedah buku yang berjudul “Agama NU untuk NKRI”.
PULUHAN pemuda, pelajar, mahasiswa aktivis, dan masyarakat lainnya memadati Masjid Al Maarif yang terletak di Kelurahan Selumit, kemarin (23/4/2015). Adalah Ahmad Baso, sang penulis buku “Agama NU untuk NKRI”.
Dalam kiprahnya, sudah cukup banyak buku bergenre agama ditulisnya. Berbagi cerita pun dikisahkannya kepada pewarta harian ini, usai prosesi bedah buku yang cukup banyak menyiratkan pesan penting kepada generasi muda Indonesia.
“Bahwa sebagai generasi muda, dan akan mengabdi selama puluhan tahun ke depan, tanpa benteng yang kuat Indonesia akan menjadi buram. Kenapa demikian" Karena menyangkut ideologi kebangsaan yang saat ini cukup menjadi pengaruh,” kata Ahmad mantap.
Pendidikan kebangsaan di kalangan anak muda, menurut Ahmad, mulai ‘kering-kerontang’. Tidak ada instrumen yang mampu membuat para calon pemegang tongkat estafet pemimpin bangsa untuk belajar efektif. Sebagai contoh, ziarah kubur. Dalam suatu kisah di bukunya tersebut, ziarah kubur dilakukan untuk membangun, mempererat persatuan dan solidaritas masyarakat. Terlepas darimanapun suku, agama dan keyakinannya.
“Bayangkan hanya kata ini bisa mempersatukan seluruh suku, bisa meredam konflik, kerusuhan konflik bisa dicegah, itu dengan catatan benteng yang dibutuhkan harus ditanam terlebih dahulu. Sehingga ketika ada pancingan dari luar dari manapun mereka sudah siap,” urainya.
Lantas, benteng seperti apakah yang dibutuhkan anak muda saat ini" Menjawab pertanyaan ini, Ahmad menuturkan, sebagai generasi yang nantinya duduk di kursi kepemimpinan, dibutuhkan senjata penangkal. Dengan kondisi Indonesia yang plural, yang memiliki banyak agama, ada yang mengatakan Islam dengan berbagai model. Serta, menjustfikasi masing-masing jenis Islam adalah benar. Menurutnya, hal itu paham yang salah.
“Inilah yang menjadi celah, orang luar mampu menghancurkan kita. Mampu mengutak-atik kita dan akhirnya tidak adalagi keberagaman. Karena senjata penangkalnya mudah terpancing. Cukup kita akui bahwa ada Islam ini itu, yang model ini salah, Islam yang ini yang benar, di sinilah perlu dibentengi dengan paham tentang silam Nahdatul Ulama (NU),” jelasnya.
Maka, lanjutnya, jangan sampai kehancuran negara-negara besar melanda Indonesia. Sebagai contoh, saat ini terjadi di Timur Tengah (Timteng). Sebut saja, Yaman, Irak, Palestina, Syiria, Libiya, Pakistan dan lainnya, semua berantakan. Masyarakatnya mendadak jadi miskin.
“Mereka banyak yang terlunta-lunta di luar negeri dan tidak diperhatikan. Kalau anak bangsa mudah dipengaruhi seperti mereka maka mereka sudah pasti akan saling cakar-mencakar. Persoalannya sebenarnya soal agama, soal perbedaan pendapat yang harus diperhatikan sejak awal. Bahwa model NU ini model efektif yang mampu meredam dan membentengi serta membangun Indonesia,” paparnya.
Cara permulaannya melalui pembelajaran kurikulum di sekolah-sekolah, kurikulum pendidikan di SD, SMP, dan SMA hingga kampus, harus ditanamkan paham tersebut. Sebab, jika saja dibuang jiwa kebangsaan sudah pasti jiwa kebangsaan yang dimiliki generasi penerus akan mudah dipengaruhi.(***/izo/kpnn/balikpapanpos)
via moslemforall.com
PULUHAN pemuda, pelajar, mahasiswa aktivis, dan masyarakat lainnya memadati Masjid Al Maarif yang terletak di Kelurahan Selumit, kemarin (23/4/2015). Adalah Ahmad Baso, sang penulis buku “Agama NU untuk NKRI”.
Dalam kiprahnya, sudah cukup banyak buku bergenre agama ditulisnya. Berbagi cerita pun dikisahkannya kepada pewarta harian ini, usai prosesi bedah buku yang cukup banyak menyiratkan pesan penting kepada generasi muda Indonesia.
“Bahwa sebagai generasi muda, dan akan mengabdi selama puluhan tahun ke depan, tanpa benteng yang kuat Indonesia akan menjadi buram. Kenapa demikian" Karena menyangkut ideologi kebangsaan yang saat ini cukup menjadi pengaruh,” kata Ahmad mantap.
Pendidikan kebangsaan di kalangan anak muda, menurut Ahmad, mulai ‘kering-kerontang’. Tidak ada instrumen yang mampu membuat para calon pemegang tongkat estafet pemimpin bangsa untuk belajar efektif. Sebagai contoh, ziarah kubur. Dalam suatu kisah di bukunya tersebut, ziarah kubur dilakukan untuk membangun, mempererat persatuan dan solidaritas masyarakat. Terlepas darimanapun suku, agama dan keyakinannya.
“Bayangkan hanya kata ini bisa mempersatukan seluruh suku, bisa meredam konflik, kerusuhan konflik bisa dicegah, itu dengan catatan benteng yang dibutuhkan harus ditanam terlebih dahulu. Sehingga ketika ada pancingan dari luar dari manapun mereka sudah siap,” urainya.
Lantas, benteng seperti apakah yang dibutuhkan anak muda saat ini" Menjawab pertanyaan ini, Ahmad menuturkan, sebagai generasi yang nantinya duduk di kursi kepemimpinan, dibutuhkan senjata penangkal. Dengan kondisi Indonesia yang plural, yang memiliki banyak agama, ada yang mengatakan Islam dengan berbagai model. Serta, menjustfikasi masing-masing jenis Islam adalah benar. Menurutnya, hal itu paham yang salah.
“Inilah yang menjadi celah, orang luar mampu menghancurkan kita. Mampu mengutak-atik kita dan akhirnya tidak adalagi keberagaman. Karena senjata penangkalnya mudah terpancing. Cukup kita akui bahwa ada Islam ini itu, yang model ini salah, Islam yang ini yang benar, di sinilah perlu dibentengi dengan paham tentang silam Nahdatul Ulama (NU),” jelasnya.
Maka, lanjutnya, jangan sampai kehancuran negara-negara besar melanda Indonesia. Sebagai contoh, saat ini terjadi di Timur Tengah (Timteng). Sebut saja, Yaman, Irak, Palestina, Syiria, Libiya, Pakistan dan lainnya, semua berantakan. Masyarakatnya mendadak jadi miskin.
“Mereka banyak yang terlunta-lunta di luar negeri dan tidak diperhatikan. Kalau anak bangsa mudah dipengaruhi seperti mereka maka mereka sudah pasti akan saling cakar-mencakar. Persoalannya sebenarnya soal agama, soal perbedaan pendapat yang harus diperhatikan sejak awal. Bahwa model NU ini model efektif yang mampu meredam dan membentengi serta membangun Indonesia,” paparnya.
Cara permulaannya melalui pembelajaran kurikulum di sekolah-sekolah, kurikulum pendidikan di SD, SMP, dan SMA hingga kampus, harus ditanamkan paham tersebut. Sebab, jika saja dibuang jiwa kebangsaan sudah pasti jiwa kebangsaan yang dimiliki generasi penerus akan mudah dipengaruhi.(***/izo/kpnn/balikpapanpos)
via moslemforall.com