Islamoderat.com ~ Sekalipun sudah 3 tahun tinggal di perumahan 'Salafi', Ning Sringatun tidak mau mengubah namanya menjadi nama Islami seperti Ayesha ('Aisyah), Hamidah, Selma (Salmah), Istiqomah, Faizah, Nafidah, dll. Ning Sringatun bahkan bersikukuh bahwa nama Sringatun adalah pen-Jawa-an kata Arab: Syari'atun.
Yang bikin tetangga-tetangga jengkel, Ning Sringatun tidak mau merubah cara mengajinya yang ndeso dan tidak Islami, di mana lafadz 'Ayn diucapkan Ngain sehingga kata 'Alamiin menjadi Ngalamiin, Na'im menjadi Nangim, 'Aliim menjadi Ngaliim, 'Ulama menjadi Ngulama, dll. Meski sudah diancam bahwa bacaan Al-Qur'annya tertolak karena tidak sesuai lafadz Qur'an sehingga di akhirat kelak akan masuk neraka, tetap saja Ning Sringatun kesulitan mengubah lidahnya dan tetap saja mengaji dengan lafadz ndeso.
Yang membuat para tetangga marah, Ning Sringatun menolak tegas untuk mengubah panggilan ibu dari kelima orang anaknya menjadi panggilan umi. Berkali-kali tetangga mengingatkan agar Ning Sringatun menyuruh anak-anaknya untuk memanggilnya dengan sebutan Umi dan bukan Ibu, karena sebutan Umi lebih Islami.
Marah dan jengkel dengan tetangga yang keras kepala, waktu pengajian Ahad pagi ustadz Dul Wahhab di hadapan jama'ah menanyai keengganan Ning Sringatun menyuruh anak-anaknya untuk memanggilnya dengan sebutan Umi. "Sampeyan tidak punya alasan untuk mengubah sebutan Ibu menjadi Umi yang lebih Islami. Kenapa sampeyan masih ngeyel?"
"Anak saya lima orang, ustadz," sahut Ning Sringatun kalem,"Mereka semua saya teteki dengan ASI, termasuk anak bungsu yang berusia 10 bulan. Mereka semua saya beri asupan gizi dengan minum ASI - Air Susu Ibu."
"Apa hubungan meneteki anak dengan ASI dan sebutan Umi?" tukas ustadz Dul Wahhab jengkel, mengira Ning Sringatun mencari-cari alasan.
"Anu ustadz, anu," sahut Ning Sringatun menahan geli,"Kalau anak-anak saya harus memanggil saya dengan sebutan Umi, maka saya tidak lagi meneteki mereka dengan ASI,...tapi meneteki dengan ASU. Sungguh saya tidak ridho memberi makan anak dengan hewan najis."
Yang bikin tetangga-tetangga jengkel, Ning Sringatun tidak mau merubah cara mengajinya yang ndeso dan tidak Islami, di mana lafadz 'Ayn diucapkan Ngain sehingga kata 'Alamiin menjadi Ngalamiin, Na'im menjadi Nangim, 'Aliim menjadi Ngaliim, 'Ulama menjadi Ngulama, dll. Meski sudah diancam bahwa bacaan Al-Qur'annya tertolak karena tidak sesuai lafadz Qur'an sehingga di akhirat kelak akan masuk neraka, tetap saja Ning Sringatun kesulitan mengubah lidahnya dan tetap saja mengaji dengan lafadz ndeso.
Yang membuat para tetangga marah, Ning Sringatun menolak tegas untuk mengubah panggilan ibu dari kelima orang anaknya menjadi panggilan umi. Berkali-kali tetangga mengingatkan agar Ning Sringatun menyuruh anak-anaknya untuk memanggilnya dengan sebutan Umi dan bukan Ibu, karena sebutan Umi lebih Islami.
Marah dan jengkel dengan tetangga yang keras kepala, waktu pengajian Ahad pagi ustadz Dul Wahhab di hadapan jama'ah menanyai keengganan Ning Sringatun menyuruh anak-anaknya untuk memanggilnya dengan sebutan Umi. "Sampeyan tidak punya alasan untuk mengubah sebutan Ibu menjadi Umi yang lebih Islami. Kenapa sampeyan masih ngeyel?"
"Anak saya lima orang, ustadz," sahut Ning Sringatun kalem,"Mereka semua saya teteki dengan ASI, termasuk anak bungsu yang berusia 10 bulan. Mereka semua saya beri asupan gizi dengan minum ASI - Air Susu Ibu."
"Apa hubungan meneteki anak dengan ASI dan sebutan Umi?" tukas ustadz Dul Wahhab jengkel, mengira Ning Sringatun mencari-cari alasan.
"Anu ustadz, anu," sahut Ning Sringatun menahan geli,"Kalau anak-anak saya harus memanggil saya dengan sebutan Umi, maka saya tidak lagi meneteki mereka dengan ASI,...tapi meneteki dengan ASU. Sungguh saya tidak ridho memberi makan anak dengan hewan najis."
Oleh : Agus Sunyoto
MENGUBAH ASI (AIR SUSU IBU) DENGAN ASU
Imajiner