Perlu diketahui bahwa Dr. Najih ini bertaubat dari paham radikal setelah banyak berdialog dengan Syaikh Ali Jumu'ah (ulama Mesir).
Salah satu hal yang menarik dalam diskusi tersebut, ketika Dr. Najih mengatakan bahwa Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Berikut sebagian transkipnya:
***

Syaikh Abdul Basith, Qari' (Mesir) yang terkenal dalam sejarah itu dulu pernah ke Masjid Istiqlal, membaca al-Qur'an, bahkan seluruh kota di Indonesia. Syaikh Abdul Basith telah membaca al_Qur'an di Masjid Istiqlal setelah Isya' sampai hampir Shubuh. Dan bahkan waktu itu, Masjid Istiqlal penuh dan seluruh jalan-jalan sekitarnya orang berdiri terpaku mendengar bacaan Syaikh Abdul Basith. Ditangan Syaikh Abdul Basith telah masuk Islam ribuan orang, bahkan ratusan ribu orang. ...."
Selebihnya disimak dalam video di Youtube https://www.youtube.com/watch?v=TDVqZQche2E
***
YANG PERTAMA ITU MESIR, BUKAN PALESTINA
Palestina memiliki nilai "jual" cukup tinggi sehingga sering kali dimanfaatkan oleh gerakan-gerakan Islam tertentu untuk meraih simpati dari umat Islam. Sering kali mengangkat persoalan Palestina untuk mendapat simpati, bahkan tak jarang dengan pemelintiran sejarah. Salah satunya, bahwa Palestina dianggap sebagai negara pertama yang mengakui Kemerdekaan RI sehingga Indonesia berhutang budi pada Palestina.
Benarkah demikian ?
Benarkah demikian ?
Dari paparan dalam video sebelumnya, tentu tidak. Palestina bukanlah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, sehingga tidak ada hutang budi Indonesia pada Palestina dalam hal kemerdekaan Indonesia. Melainkan Mesir lah sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Untuk lebih membuka wawasan kita, ada baiknya pula membaca sebuah artikel yang cukup menarik mengulas persoalan ini dalam perspektif sejarah. Artikel ini berjudul "PERSPEKTIF SEJARAH: Kemerdekaan Indonesia berhutang budi kepada Palestina? BENARKAH?"
Untuk lebih membuka wawasan kita, ada baiknya pula membaca sebuah artikel yang cukup menarik mengulas persoalan ini dalam perspektif sejarah. Artikel ini berjudul "PERSPEKTIF SEJARAH: Kemerdekaan Indonesia berhutang budi kepada Palestina? BENARKAH?"
Berikut ulasannya:
****
Sejak terjadi krisis di GAZA, beredar wacana "kesuksesan" proklamasi kemerdekaan RI yang dideklarasikan oleh Soekarno-Hatta, tidak lepas dari peran Palestina sebagai salah satu bangsa pertama yang mendukung kemerdekaan Indonesia.Oleh karena persyaratan untuk berdiri "de Jure" sebagai negara berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan dari negara berdaulat lainnya, sehingga kemerdekaan Indonesia "tertolong" oleh pengakuan Palestina tersebut. Begitu kira2 wacananya.. APAKAH BENAR PENGAKUAN PALESTINA TITIK KRUSIAL KEMERDEKAAN BANGSA INI?
M. Zein Hassan Lc. adalah Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia. Bung Hatta (Proklamator), dan beberapa tokoh penting RI lain turut memberikan kata sambutan dalam buku tersebut.
BAB I: PASCA PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI
Pasca Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, seiring dengan usainya Perang Dunia II, Eropa dalam kehancuran total. Lalu dengan dalih “Bantuan Ekonomi untuk Pemulihan Eropa". Amerika Serikat dengan cekatan memberikan HUTANG ke negara-negara "korban penjajahan Nazi" di Eropa, yang diberikan nama: bantuan “Marshall Plan" (diambil dari nama Chief of Staff Gedung Putih saat itu: George C. Marshall).
CATATAN: Mohammad Amin al-Husayni, Mufti (pemimpin) dari Palestina yang saat itu masih menjadi KOLONI INGGRIS (British Mandate). adalah seorang pendukung rezim Nazi, dan terkenal dekat dengan Adolf Hitler.
![]() |
FOTO : Bundesarchiv Bild 146-1987-004-09A, pertemuan Mufti Palestina Amin al Husseini dengan Adolf Hitler |
Salah satu butir Clausa Marshall Plan menyebutkan: "Belanda boleh gunakan hutang untuk dialokasikan ke Hindia Belanda (Indonesia)". Dengan ini, Belanda menjadi satu-satunya negara DEBITUR yang mendapat dukungan tertulis dari Amerika Serikat atas rencana Kolonialisme. [1]
Begitu mendapat restu dari AS, Den Haag langsung memberlakukan EMBARGO EKONOMI terhadap "Republik Indonesia" yang baru "seumur jagung". Washington juga memberikan restu kepada militer Belanda untuk menggunakan RANPUR AS dalam status “Pinjaman”. Pada Oktober 1945, George Marshall memerintahkan untuk mencopot identitas militer AS pada ranpur yang akan digunakan oleh pasukan SEAC (South East Asia Command) pimpinan Lord Louis Mountbatten untuk BOMBARDIR SURABAYA pada 10 November 1945.[2]
Pada 30 November 1946, pemerintah AS "meminjamkan" GRATIS kepada militer Belanda sebagai berikut: 118 PESAWAT: jenis B-25, P-40, P-51 ; 170 ARTILERI, juga Truk militer; 45 UNIT TANK Stuart; 459 JEEP militer; & persenjataan infantri bekas Perang Pasifik. Semuanya untuk KOLONISASI HINDIA BELANDA.
Militer Belanda juga diberikan akses ke 65.000 ton suplai logistik bekas Perang Pasifik melawan Jepang. AS juga memberikan lagi dana 26 juta Dollar DILUAR Marshall Plan untuk keperluan di Hindia Belanda. TIDAK HANYA ITU. Amerika Serikat juga memboikot keanggotan Republik Indonesia dalam Komisi Ekonomi PBB untuk Timur Jauh (ECAFE). [3]
Militer Belanda juga diberikan akses ke 65.000 ton suplai logistik bekas Perang Pasifik melawan Jepang. AS juga memberikan lagi dana 26 juta Dollar DILUAR Marshall Plan untuk keperluan di Hindia Belanda. TIDAK HANYA ITU. Amerika Serikat juga memboikot keanggotan Republik Indonesia dalam Komisi Ekonomi PBB untuk Timur Jauh (ECAFE). [3]
Point Penting yaitu boikot AS terhadap keanggotaan RI di PBB, ditambah embargo ekonomi oleh Belanda, telah MENGKERDILKAN Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang secara praktis menjadi tidak berarti tanpa pengakuan status "negara kedaulatan".
BAB II: TITIK BALIK KRUSIAL
Momen titik balik krusial yang mempengaruhi kebijakan Washington adalah kejadian Pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948. Pernyataan Soekarno, “Bangsa Indonesia harus memilih!!!! Saya, atau Musso????” dianggap sebagai bentuk keberpihakan kepada Blok Barat (yang saat itu sudah punya musuh baru: Soviet / Blok Timur).
Ditambah perlawanan sengit dari para PEJUANG KEMERDEKAAN yang membuat proses Kolonisasi menjadi tersendat-sendat. Washington akhirnya memutuskan untuk menghentikan keruwetan di Hindia Belanda dengan berbalik mendukung kemerdekaan Indonesia. Keputusan tersebut direalisasikan pada forum Dewan Keamanan (DK) PBB tanggal 27 Desember 1949, ketika Amerika RESMI MEMINTA BELANDA menyerahkan Indonesia kepada Pemerintahan Soekarno. [4]
Dukungan Mesir
Dukungan negara Arab terhadap kemerdekaan Republik Indonesia pertama kali diterima dari Mesir, yang mengirimkan seorang Diplomatnya yang bernama Mohamad Abdul Mun’im ke Jogjakarta untuk mengantar langsung SURAT PERNYATAAN DUKUNGAN.
BAB II: TITIK BALIK KRUSIAL
Momen titik balik krusial yang mempengaruhi kebijakan Washington adalah kejadian Pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948. Pernyataan Soekarno, “Bangsa Indonesia harus memilih!!!! Saya, atau Musso????” dianggap sebagai bentuk keberpihakan kepada Blok Barat (yang saat itu sudah punya musuh baru: Soviet / Blok Timur).
Ditambah perlawanan sengit dari para PEJUANG KEMERDEKAAN yang membuat proses Kolonisasi menjadi tersendat-sendat. Washington akhirnya memutuskan untuk menghentikan keruwetan di Hindia Belanda dengan berbalik mendukung kemerdekaan Indonesia. Keputusan tersebut direalisasikan pada forum Dewan Keamanan (DK) PBB tanggal 27 Desember 1949, ketika Amerika RESMI MEMINTA BELANDA menyerahkan Indonesia kepada Pemerintahan Soekarno. [4]
Dukungan Mesir
Dukungan negara Arab terhadap kemerdekaan Republik Indonesia pertama kali diterima dari Mesir, yang mengirimkan seorang Diplomatnya yang bernama Mohamad Abdul Mun’im ke Jogjakarta untuk mengantar langsung SURAT PERNYATAAN DUKUNGAN.
Perjalanan Balasan Ke Mesir
Dukungan Mesir tersebut dilanjutkan dengan Perjalanan Balasan yang dilakukan oleh DELEGASI pertama dari Indonesia dipimpin oleh Suwandi (Menteri Kehakiman), Abdul Karim (Sekretaris Negara) dan Dr.Sudarsono (Mendagri). Mesir mengakui secara "de facto" kemerdekaan RI pada 22 Maret 1946. [5]
Lalu pada JUNI 1947, DELEGASI "Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia" yang dipimpin langsung oleh H. Agus Salim sebagai Ketua Delegasi RI, kembali ke Mesir untuk hadir di "Resepsi (seremonial) pengakuan Kemerdekaan RI" yang diadakan oleh Pemerintah Mesir, yang juga dihadiri oleh Pangeran Faisal saat itu selaku MENLU Arab Saudi, dan Mufti Palestina Amin al Husseini yang saat itu tinggal di Kairo menjadi pelarian Suaka Politik.
Hal penting disini adalah; saat acara Resepsi tersebut, Amin al Husseini menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan RI. Namun sebagai pelarian Suaka Politik, secara politis Amin al Husseini INKAPASITAS (tidak dalam kapasitas) mewakili Palestina yang saat itu masih KOLONI INGGRIS. Tokoh Palestina Muhammad Ali Taher juga menyumbangkan uang kepada Delegasi RI bukan dalam kapasitas mewakili Palestina, tapi lebih ke sumbangan pribadi.
KESIMPULAN:
Catata Kaki :
[1] “Shared Hopes, Separate Fears: 50 Years US-Indonesian Relations” by Paul Gardner
[2] “American Military Assistance to the Netherlands during Indonesian Struggle for Independence 1945-1949” (Mededelingen van de Sectie Militaire Geschiedenis) volume 8 by Gerlof D. Homan
[3] “American Visions of the Netherlands East Indies (Indonesia): US Foreign Policy and Indonesian Nationalism 1920-1949" (Amsterdam University Press) by Frances Gouda
[4] “The United States and the Struggle for Southeast Asia 1945-1975” by Alan J. Levine
[5] "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri" karya M. Zein Hassan, Lc,
sumber video Youtube dan catatan facebook
Dukungan Mesir tersebut dilanjutkan dengan Perjalanan Balasan yang dilakukan oleh DELEGASI pertama dari Indonesia dipimpin oleh Suwandi (Menteri Kehakiman), Abdul Karim (Sekretaris Negara) dan Dr.Sudarsono (Mendagri). Mesir mengakui secara "de facto" kemerdekaan RI pada 22 Maret 1946. [5]
Lalu pada JUNI 1947, DELEGASI "Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia" yang dipimpin langsung oleh H. Agus Salim sebagai Ketua Delegasi RI, kembali ke Mesir untuk hadir di "Resepsi (seremonial) pengakuan Kemerdekaan RI" yang diadakan oleh Pemerintah Mesir, yang juga dihadiri oleh Pangeran Faisal saat itu selaku MENLU Arab Saudi, dan Mufti Palestina Amin al Husseini yang saat itu tinggal di Kairo menjadi pelarian Suaka Politik.
Hal penting disini adalah; saat acara Resepsi tersebut, Amin al Husseini menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan RI. Namun sebagai pelarian Suaka Politik, secara politis Amin al Husseini INKAPASITAS (tidak dalam kapasitas) mewakili Palestina yang saat itu masih KOLONI INGGRIS. Tokoh Palestina Muhammad Ali Taher juga menyumbangkan uang kepada Delegasi RI bukan dalam kapasitas mewakili Palestina, tapi lebih ke sumbangan pribadi.
1. Momen krusial Kemerdekaan RI adalah pernyataan Soekarno pada September 1948, “Bangsa Indonesia harus memilih!!!! Saya, atau Musso????” yang membuat Amerika Serikat berbalik mendukung kemerdekaan RI, dan MINTA Belanda akui pemerintahan Soekarno.
2. Mufti Palestina Amin Al Husseni memberikan dukungan dalam status pelarisn Suaka Politik yang secara politis membuatnya INKAPASITAS (tidak dalam kapasitas) mewakili Palestina.
3. Palestina saat ini masih Koloni Inggris (British Mandate) dari tahun 1920 sampai tahun 1948. Artinya, saat Mufti Palestina Amin al Husseini memberikan dukungan pada Juni 1947, ia tidak secara politis mewakili Palestina yang saat itu Koloni Inggris.
4. Kemerdekaan Indonesia berhutang budi kepada Mesir (bukan kepada Palestina).
Catata Kaki :
[1] “Shared Hopes, Separate Fears: 50 Years US-Indonesian Relations” by Paul Gardner
[2] “American Military Assistance to the Netherlands during Indonesian Struggle for Independence 1945-1949” (Mededelingen van de Sectie Militaire Geschiedenis) volume 8 by Gerlof D. Homan
[3] “American Visions of the Netherlands East Indies (Indonesia): US Foreign Policy and Indonesian Nationalism 1920-1949" (Amsterdam University Press) by Frances Gouda
[4] “The United States and the Struggle for Southeast Asia 1945-1975” by Alan J. Levine
[5] "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri" karya M. Zein Hassan, Lc,
sumber video Youtube dan catatan facebook