Adakah Imam Syafi'i mengharamkan tahlilan dalam fatwanya?


Islamoderat.com ~ Tahlilan suatu kegiatan dzikir yang biasa dilakukan di kampung-kampung, bahkan sering dilaksanakan dalam selamatan kematian atau kenduri arwah. Masyarakat Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi'iyah akan mempertanyakan hukum tahlilan perpektif Imam Syafi'i. Adakah Imam Syafi'i mengharamkan tahlilan dalam fatwanya?

Sikap anti yag berlebihan dari Wahhabi terhadap Tahlilan membuat mereka menggunakan segala macam cara untuk menolak Tahlilan. Padahal, Tahlilan, selamatan kematian, kenduri arwah, kenduri tahlil, majelis tahlil, atau apapun namanya pada dasarnya termasuk daripada perkumpulan dzikir.

Berkumpul sendiri merupakan aktifitas yang diperbolehkan, apalagi kalau didalamnya diisi dengan kegiatan yang bernilai ibadah seperti dzikir, baca al-Qur'an, shalawat, ihdauts tsawab dan sebagainya. Logika sederhana ini sulit dipahami oleh orang-orang Wahhabi, meskipun sudah pernah dijelaskan oleh Imam al-Syaukani dalam fatwa-nya. Bahkan, Imam al-Qarafi (w 684) menganjurkan kegiatan Tahlilan yang sudah menjadi tradisi dimasyarakat. (Baca: Terbukti Tahlilan telah Populer di Masa Imam Al-Qarafi)

Dalam rangka menolak Tahlilan, bahkan mengharamkannya, Wahhabi lalu membawakan petikan daripada perkataan Imam al-Syafi'i dalam kitab al-Ummm, Bab al-Qiyam lil-Jenazah tentang Ma'tam, yang mana Imam Syafi'i berkata:

وَأَكْرَهُ الْمَأْتَمَ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ بُكَاءٌ فَإِنَّ ذَلِكَ يُجَدِّدُ الْحُزْنَ، وَيُكَلِّفُ الْمُؤْنَةَ مَعَ مَا مَضَى فِيهِ مِنْ الْأَثَرِ

"Aku memakruhkan (menghukumi makruh) ma'tam, yakni sebuah jama'ah (kelompok / perkumpulan) tertentu, dan meskipun tidak ada tangisan dalam jama'ah mereka, sebab yang demikian itu bisa memperbaharui rasa sedih dan membebani biaya bersamaan dengan peristiwa sebelumnya yang masih membekas"

Dari petikan perkataan Imam al-Syafi'i diatas, ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan :

(1). Imam al-Syafi'i berbicara tentang ma'tam, bukan tentang kegiatan seperti halnya tahlilan yang berisi dzikir-dzikir. Imam al-Syafi'i menghukumi ma'tam dengan hukum makruh. Imam al-Syafi'i tidak menghukumi haram seperti kebohongan dan propaganda yang disebarkan oleh orang-orang Wahabi.  Imam An-Nawawi berkata :

وأما قول الشافعي رحمه الله في الأم وأكره المآتم وهي الجماعة وإن لم يكن لهم بكاء فمراده الجلوس للتعزية وقد سبق بيانه . المجموع شرح المهذب

"Perkataan Imam Syafi didalam al-Umm "Aku memakruhkan ma'tam, yakni sebuah perkumpulan, meskipun tidak ada tangisan bagi mereka, maksudnya adalah duduk-duduk (nongkrong) untuk ta'ziyah".

Makruh dalam pengertian tersebut adalah apabila tetap dilaksanakan tidak apa-apa, tidak berdosa atau mendapatkan siksa, tetapi bila ditinggalkan maka mendapatkan pahala. Namun, hal itu pun perlu mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat.

(2). Imam al-Syafi'i menghukumi makruh karena perkumpulan (jama'ah) atau kegiatan duduk-duduk itu walaupun mereka tidak menangis, tetapi bisa menyebabkan memperbaharui rasa sedih daripada pihak keluarga.

Bayangkan saja, ada orang-orang berkumpul tanpa aktifitas dirumah duka (orang yang meninggal), meskipun tanpa menangis (apalagi sampai menangis), ini menggambarkan apa?. Ini adalah sebuah gambaran mengenai aktifitas orang-orang yang mengarah kepada meratap (ratapan), maka wajar hal itu bisa memperbaharui kesedian pihak keluarga. Disamping itu pula, bisa menambah beban biaya, sebab orang-orang yang berkumpul membutuhkan konsumsi.

Dua hal ini yakni يُجَدِّدُ الْحُزْنَ، وَيُكَلِّفُ الْمُؤْنَة (memperbaharui kesedihan dan membebani biaya) merupakan illat yang membuat Imam al-Syafi'i menghukumi makruh. Artinya, bila seandainya illat itu tidak ada (tidak terjadi) maka tentu hukum makruh tersebut juga hilang (tidak ada).

Bandingkan dengan kegiatan tahlilan, dimana illat tersebut justru tidak ada. Orang yang menyelenggarakan tahlilan tidak tambah sedih, sebaliknya merasa 'terhibur' (senang) karena keluarganya yang meninggal dibacakan do'a dan dzikir-dzikir oleh tetangga, rekan-rekannya atau umat Islam lainnya. Banyak yang peduli kepada keluarganya yang sudah meninggal, sehingga pihak keluarga pun memberikan suguhan tanpa rasa terpaksa sebagai bentuk shadaqah, bahkan mengundang pihak tetangga untuk datang. Maka, jelas anta
ra ma'tam dan kegiatan tahlilan, sangat berbeda.

(3). Lalu apa itu ma'tam?. Perlu diketahui, bahwa orang-orang sekedar berkumpul saja tidaklah dinamakan ma'tam. Demikian pula bila ada wanita berkumpul, tidak dinamakan sebagai ma'tam dalam pengertian yang dimaksudkan. Sebab ma'tam itu memiliki pengertian atau maksud yang khusus, bukan sekedar sebuah berkumpulan semata.

Gambaran diatas (poin sebelumnya) sesuai dengan makna daripada ma'tam itu sendiri. Imam al-Zakariya al-Anshari dalam Asnal Mathalib berkata:

الْمَأْتَم بِالْمُثَنَّاةِ أَيْ فِي جَمَاعَةِ النِّسَاءِ فِي الْمَصَائِبِ

"Ma'tam adalah jama'ah (kumpulan) para wanita pada peristiwa musibah (kematian)".

Didalam kamus arab, Lisanul Arab, ma'tam pada dasarnya memiliki makna yang umum baik perkumpulan laki-laki maupun perempuan, tetapi pengertiannya kemudian dikhususkan pada perkumpulan wanita.

 المأتم في الأصل: مجتمع الرجال والنساء في الغم والفرح، ثم خص به اجتماع النساء للموت، وقيل: هو الشواب منهن لا غير

"Ma'tam asalnya merupakan berkumpulan laki-laki dan wanita dalam hal kesedihan dan kegembiraan, kemudian hanya dikhususkan pada perkumpulan perempuan untuk orang yang meninggal. Dikatakan pula bahwa berbaurnya (kumpulan) daripada wanita, bukan yang lain".

قَالَ ابْنُ بَرِّيٍّ: لَا يَمْتَنِعُ أَن يقَع المَأْتَم بِمَعْنَى المَناحةِ والحزْن والنَّوْحِ والبُكاءِ لأَن النِّسَاءَ لِذَلِكَ اجْتَمَعْنَ، والحُزْن هُوَ السَّبَبُ الْجَامِعُ


"Ibnu Barri berkata: tidak bisa mencegah bahwa ma'tam dipahami dengan makna ratapan, kesedihan, kedukaan, dan tangisan, karena hal itulah yang membuat wanita berkumpul. Kesedihan adalah sebab adanya perkumpulan".

Penulis : Ibnu L' Rabassa