Khilafah Jaminan Kemananan Negara, Benarkah?


Islamoderat.comJember. Tidak dipungkiri, Khilafah adalah salah satu fakta sejarah umat Islam yang telah dilalui. Pun begitu, sistem khilafah sendiri secara sistem pemerintahan tidaklah mutlak seperti yang diusung oleh HT (Hizbut Tahrir) mengingat dalam sejarahnya lebih tepatnya banyak yang memakai sistem kerajaan. Lalu, benarkah negara atau umat Islam akan aman jika khilafah ada???

Jika mau teliti membaca sejarah, wacana penegakan khilafah yang di usung Hizbut Tahrir justru ditengarai hanya akan menimbulkan konflik besar dan pertumpahan darah. Sejarah mencatat tragedi perselisihan yang terjadi antara Abdullah bin Zubair bin Awam ra dengan Abdullah bin Malik bin Marwan Ra yang berakhir dengan pembunuhan Abdullah bin Zubair Ra di kota Mekah. 

Dimasa Sayidina Abu Bakar, Utsman dan Ali radiyallahu anhum terjadi kekacauan politik (chaos) yang luar biasa, Sayidina Umar wafat tertusuk pedang Abu Lu'lu'ah al-Majusi, Sayidina Utsman wafat ditangan ribuan demonstran yang menuduh beliau telah melakukan nepotisme, Sayidina Ali wafat sebab tikaman belati Abdurrahman bin Muljam setelah sebelumnya terjadi dua kali perang saudara, yaitu perang Jamal dan perang Shiffin yang telah menelan ribuan korban ribuan sahabat nabi wafat sebagai syuhada' karena membela ijtihadnya masing-masing. 

Dimasa Sayyidina Umar Ra terjadi fase kemiskinan dan kelaparan yang dahsyat sampai dihentikan hukum potong tangan, belum lagi cucu Rasulullah Saw Sayyidina Hasan Ra, yang sangat kita cintai diduga wafat karena diracun oleh lawan politiknya, begitu juga Sayyidina Husain Ra wafat dengan sangat mengenaskan karena didzalimi oleh lawan politiknya yang sampai saat ini masih terasa traumatik kesejarahannya. 

Demikian juga, peristiwa yang terjadi di Aljazair dan Sudan yang telah menimbulkan genangan darah dan perpecahan penduduknya. Peristiwa-peristiwa tersebut dipicu oleh sebuah wacana yang menuntut tegaknya sistem pemerintahan ideal seperti pada masa Nabi SAW dan Khulafa'ur-Rasyidin.

Memang dalam Islam, sejarah tidak menjadi sumber hukum. Tapi, sejarah dapat menjadi pijakan dan tolok ukur dalam menentukan dan mengambil keputusan yang lebih bermanfaat dan berupaya menghindari segala keburukan. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih yang telah dirumuskan ulama "Kemudaratan sedapat mungkin ditolak" [baik sebelum terjadinya maupun sesudahnya]. Karenanya, sistem pemerintahan Indonesia saat ini, sebisa mungkin terus dipertahankan untuk mencegah terjadinya perpecahan seperti peristiwa diatas. Bukankah dalam kaidah fiqih telah diungkapkan: Dar'ul mafasid muqoddam 'alal jalbil mashalih (menghindari suatu keburukan lebih diutamakan daripada meraih kemaslahatan)?

Riwayat sejarah diatas semakin meneguhkan hati bahwa dari catatan sejarah sistem apapun tidak akan menghilangkan kejahatan secara total. Yang wajib bagi kita ialah amar ma'ruf nahi munkar dan implementasinya sesuai dengan hasil ijtihadnya masing-masing, begitu juga mengentaskan kemiskinan dan lain sebagainya, yang penting itu bukan sistem tapi supremasi hukum atau penegakkan hukum.

Wallahu a'lam

Bahrur Rasid
Kabupaten Jember, 30-04-2016