Jakarta, Muslimedianews ~ “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu panas (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu DIa menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (Q.S. Al-Fil : 1-5).
Nabi Muhammad lahir di sebuah tahun yang orang-orang pada zaman itu menyebut Tahun Gajah. Disebut begitu karena pada saat kelahiran Muhammad, ada kejadian penyerangan pasukan Abrahah dengan mengendarai gajah hendak menyerbu Makkah. Mereka ingin menghancurkan Ka’bah, Rumah Allah. Tapi Allah melindungi Rumah-Nya, melindungi Ka’bah yang dibuat oleh Ibrahim dan Ismail.
Abrahah merupakan orang Abisinia, menjadi Gubernur Yaman pada tahun 535 M dan berhasil membangun kerajaan Abisinia. Ia pun didaulat menjadi kaisar dan hendak memperluas kerajaannya. Kala ia memerintah, terjadi konflik besar antara Persia dan Romawi. Orang-orang Romawi membantu kerajaan Abrahah kala itu dan terjalin erat hubungan antara Abrahah dengan Kekaisaran Romawi.
Ingin menghancurkan Ka’bah
Abrahah pun juga ingin mengendalikan rute perdagangan, maka ia putuskan untuk masuk ke Hijaz. Rencana itu pun didukung oleh kerajaan Romawi karena dapat mempengaruhi kekuatan mereka terhadap Persia. Maka segera saja mereka mengirimkan misionaris yang akan menyebarkan agama Nasrani dan juga Abrahah berpikir membangun Gereja di daerah itu. Tujuannya mencegah orang-orang Arab pergi menunaikan haji serta menjadikan mereka Nasrani.
Gereja besar telah selesai dibangun. Abrahah mengundang orang-orang Arab untuk mendatangi gerejanya. Namun para kafilah dagang menolak dan besikukuh pergi ke Ka’bah. Abrahah pun geram dan memutuskan untuk mengahncurkan Ka’bah. Ia mulai mempersiapkan pasukan besar dan gajah-gajah besar dari Afrika.
Memulai penyerangan
Abrahah memimpin bala pasukannya yang berjumlah besar meninggalkan San’a. setiap wilayah yang mereka lalui, mampu diduduki para bala tentara Abrahah. Sampainya di Makkah, mereka melihat unta-unta Abdul Muthalib dan membawanya. Saat mereka tiba di pinggiran Makkah, mereka mendirikan tenda, berkemah untuk menyiapkan penyerangan.
Kabar mengenai agresi militer tersiar ke seantero Makkah. Orang-orang Arab yang berada di kota, semuanya segera menyelamatkan diri meninggalkan kota dan menuju puncak bukit. Hanya tinggal Abdul Muthalib (Kakek Baginda Muhammad SAW). Ia adalah orang terkemuka dan sangat dihormati oleh orang Arab. Ia pula yang menyarankan kepada orang-orang Arab agar meninggalkan kota.
Saat itu, Abrahah bertanya kepada orang mengenai saipakah pemimpin Makkah. Mereka pun menjawab bahwasannya Makkah dipimpin oleh orang tua bernama Abdul Muthalib. Segera saja Abrahah mengutus pasukan untuk menemui dan mengahadirkan Abdul Muthalib ke hadapannya. Ia ingin bertemu dengan Abdul Muthalib dan membicarakan terkait agresi militer penghancuran Ka’bah dengan Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib memenuhi panggilan Abrahah. Ia disambut ramah oleh Abrahah. Kemudian, negosiasi keduanya berlangsung. Abrahah tak akan menyerang masyarakat Makkah jika mereka tak menyerang pasukannya. Ia hanya ingin menghancurkan Ka’bah. Ia juga menanyakan keperluan kedatangan Abdul Muthalib. Maka Abdul Muthalib hanya ingin Abrahah mengembalikan unta-unta yan telah diambil.
Mengenai Ka’bah, Abdul Muthalib hanya yakin bahwa Allah pastilah melindungi Rumah-Nya. Merasa tidak senang dengan kata-kata Abdul Muthalib, maka Abrahah segera bangkit dan mengakhiri pertemuan keduanya. Abdul Muthalib kembali ke Makkah dan menuju Ka’bah sembari memegang gagang pintunya dan mengguncangnya sembari menangis.
Pasukan Gajah dan Burung Ababil
Keesokannya, Abrahah menempatkan pasukan bergajah putih di garda terdepan. Abrahah berdiri di bukit, memantau pasukannya sembari melecut semangat mereka. Orang-orang Arab hanya bisa memandang sedih dari puncak-puncak bukit.
Ketika gajah-gajah mulai mendekati Ka’abah, tiba-tiba mereka berhenti dan tak mau mematuhi perintah penunggangnya. Mereka semua berusaha sekuat mungkin untuk menggerakkan gajah-gajahnya, tetap saja tak berhasil. Malah gajah-gajah tersebut berlutut dan duduk. Abrahah memandang heran dan bingung harus bagaimana.
Lalu, dari kejauhan seolah terlihat awan hitam datang. Itu bukanlah awan, melainkan sekawanan burung Ababil yang membawa batu panas di mulutnya. Burung-burung terbang di atas pasukan Abrahah dan menyerang mereka dengan batu panasnya. Pasukan Abrahah hancur dan mereka tewa bagaikan lalat.
Mengetahui hal tersebut, Abrahah segera kabur. Dengan menunggang kudanya, segera ia melecut kuda itu lari dengan cepat menuju San’a. Namun, burung Ababil mampu mengejar dan membunuhnya dengan batu panas. Abrahah tewas mengerikan dengan mata terbelalak di depan pintu gerbang kota.
Abdul Muthalib memberikan kabar gembira kepada penduduk Makkah. Ia mengabarkan bahwa Abrahah dan bala tentaranya telah dihancurkan oleh Allah. Saat itu juga, tiba-tiba seseorang datang dan memberi kabar kelahiran bayi laki-laki yang mulia. Betapa bahagianya Abdul Muthalib mendengar kabar itu. Lalu ia memberikan nama bayi itu Muhammad karena dirinya ingin bayi tersebut menjadi orang yang dipuja baik di dunia maupun di akhirat.
Diceritakan ulang oleh Danny Setiawan Ramadhan dari buku “The Greatest Stories of Al-Qur’an” karya Syekh Kamal As Sayyid