Islamoderat.com ~ Innallillahi wainna ilaihi raajiuun, Muslim Indonesia kembali berduka dengan meninggalnya salah satu ulama perempuan Hj Tutty Alawiyah, yang juga ketua Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), pada Rabu, 4 Mei pukul 07.15 di Rumah Sakit MMC Jakarta.
Dalam informasi yang beredar di sosial media, keluarga Tutty, H Dailami Firdaus menyampaikan berita duka tersebut dan menyampaikan rumah duka berada di jl Jatiwaringian No 51 Pondok Gede Bekasi, depan bank BNI. Syifa Fauziyah, salah satu putri almarhum menjelaskan, almarhum ibunya meninggal salah satunya karena infeksi paru. Ia menambahkan, jenazah akan dimakamkan di kompleks Pesantren Yatim Assafiiyah di Jatiwaringin ba’da Ashar.
Beberapa hari sebelumnya, beredar berita hoax bahwa Hj Tuty Alawiyah meninggal yang kemudian diklarifikasi oleh pihak keluarga bahwa berita tersebut tidak benar. Karena itu, info yang kembali beredar kali ini mendapat pertanyaan dari berbagai anggota berbagai grup WA.
Tutty yang juga menjabat sebagai Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Perempuan ini dilahirkan pada 30 Maret 1942 di Jakarta dari pasangan KH Abdullah Syafi'ie dan Hajjah Rogayah. Ayahnya merupakan ulama terkenal asal Betawi sehingga dari kecil ia sudah dididik ilmu agama dengan baik.
Ia melanjutkan lembaga pendidikan yang didirikan oleh ayahnya dibawah naungan Yayasan Perguruan As-Syafi'iyah yang didirikan tahun 1933. Di bawah pengelolaannya, lembaga pendidikan tersebut semakin besar dengan memiliki unit Pesantren Putra-Putri dan Yatim, Pesantren Tinggi Darul Agama, Sekolah Tinggi Wiraswasta, serta Universitas Islam Syafi'iyah.
Selain aktif dalam mengembangkan dakwah, Tutty juga aktif dalam dunia politik. Ia pernah menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada tahun 1998 hingga tahun 1999 pada Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan. Ia juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari tahun 1992 hingga 2004 dari Utusan Golongan.
Sepanjang hidupnya, ia telah menerbitkan 30 buku. Pada tahun 1981, ia mendirikan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT). organisasi ini telah banyak berkontribusi dalam membangun umat Islam di Indonesia, khususnya Muslimah.
“BKMT sebagai salah satu organisasi Muslimah besar di Indonesia ini bisa menjadi corong untuk kemajuan umat,” kata Sekretaris BKMT Syifa Fauziyah, yang merupakan putri dari Tuty Alawiah.
Syifa mengatakan, sejak didirikan 35 tahun lalu, kini BKMT sudah dapat dijumpai di 400 kabupaten/kota di Indonesia. “Diperkirakan sudah ada 10 jutaan lebih anggota BKMT di seluruh Indonesia yang aktif,” jelas dia.
Selain di Indonesia BKMT juga telah merajut jejaring internasional atas peran yang dilakukan oleh seorang Tutty Alawiyah sebagai ketua BKMT dan juga ibunya. “BKMT sendiri sudah ada BKMT Hong Kong, yang sudah pernah kita lantik juga di sana. Kita sebenarnya tidak menutup di negara lain untuk membentuk perwakilan,” kata dia.
Padahal, kata dia, pada awalnya BKMT hanya menargetkan di Jabodetabek saja.
Menurut Syifa, kemajuan-kemajuan kaum Muslimah tersebut merupakan pencapaian tersendiri bagi Tutty Alawiyah sebagai pendiri. Selain karena sosok tokoh Tutty Alawiyah, terdapat beberapa faktor lain yang membuat BKMT dapat berkembang pesat menjadi besar seperti saat ini. Menurut Syifa, faktor lain tersebut salah satunya karena ibu-ibu majelis taklim melihat BKMT terlepas dari partai politik.
BKMT tidak berafilisiasi dengan partai mana pun sehingga mereka bebas dalam bergabung. “Bahkan dari Muhammadiyah atau NU pun bisa tetap masuk BKMT. Jadi, tidak ada embel-embel warna, tidak ada embel partai,” ucap dia.
Kemudian, lanjut Syifa, faktor kedua yang membuat BKMT menjadi besar adalah di setiap daerah sebelumnya pasti sudah ada majelis taklim, baik di mushala atau di masjid, sehingga sesama majelis taklim ada keterikatan satu sama lain. “Aktivis-aktivis BKMT daerah juga mau turun ke pelosok-pelosok untuk menyuarakan BKMT. Jadi, saya rasa itu juga menjadi suatu kemajuan dan bisa menjadi besar seperti sekarang ini,” kata dia.
Syifa mengatakan, Tutty Alawiyah sudah berhasil membangun kemajuan umat lewat bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Di sektor dakwah, kata Syifa, sudah ada BKMT sendiri, di bidang pendidikan sudah ada UIA, sedangkan di bidang sosial sudah ada Pesantren Yatim. “Nah, itu terlihat juga di ibu-ibu di daerah,” ujarnya
Ia mencontohkan, seperti para pengurus BKMT di daerah, tidak sedikit dari mereka yang juga telah mempunyai institusi pendidikan dan banyak dari mereka yang membantu membiayai para yatim piatu juga. “Jadi, kita juga memberdayakan hal itu bahwa kita khairunnas anfauhum linnas, ” ujarnya.
Tidak hanya itu, Syifa juga melihat para anggota BKMT juga semakin kaya dengan pemberdayaan ekonomi. Jika melihat laporan mereka dalam setiap rakernas, kata syifa, banyak dari mereka yang sudah mempunyai koperasi. Bahkan, ada juga yang sudah mendirikan semacam supermarket halal, toko-toko UKM, kerajinan UKM, dan lain-lain.
Untuk membuat anggota BKMT juga dapat berdakwah, Tutty Alawiyah juga telah melakukan kaderisasi untuk ustazah BKMT yang dilaksanakan setiap Selasa pagi. “Itu khusus ustazahnya, baik itu dari Karawang, Bekasi, Bogor, dan lain-lain. Bentuknya pengajian, tapi banyak disisipi soal pengaderan BKMT di daerah,” jelas dia.
Kendati demikian, ada beberapa daerah yang memang menjadi tantangan tersendiri buat BKMT karena pengurusnya kurang bekerja dengan maksimal. “Ada berbagai daerah yang seperti itu. Tapi, justru surprise-nya adalah daerah-daerah yang jauh dan bukan mayoritas Muslim seperti Manado atau Bali itu justru BKMT kuat di sana,” kata dia.
Syifa menambahkan, seorang ibu merupakan madrasah bagi anak-anak dan keluarga. Karena itu, kata dia, dengan memberikan pemahaman terhadap ibu-ibu majelis taklim, BKMT ingin memajukan wanita Muslimah dari segi pendidikan, ekonomi, atau politik.
“Seorang ibu pasti mempunyai dampak besar di keluarga dan lingkungannya, apalagi jika dia aktif di BKMT, banyak hal yang bisa dilakukan sehingga bisa memartabatkan majelis taklim,” ujarnya.
Alm Prof. Dr. Hj Tutty Alawiyah dikenal sebagai pendakwah yang mendapatkan gelar profesor dari Federation Al Munawarah, Berlin, Jerman.
Tak hanya itu, almarhumah juga memiliki pengalaman mengunjungi 63 kota besar di 23 negara berbeda, demi kepentingan berdakwah dan kegiatan sosial lainnya.
Jenazah Almarhumah Prof Dr Hj Tutty Alawiyah, 74 dimakamkan usai Salat Ashar ini di pemakaman keluarga di kompleks Pesantren Khusus Yatim As-Syafiiyah, Jatiwaringin, Pondokgede, Kota Bekasi, Rabu (4/5/2016).
Sebelumnya, sejumlah tokoh nasional dan pejabat negara, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) hadir melayat ke rumah duka di Jalan Raya Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi.
Wapres JK sempat berdoa di sisi jenazah Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Pusat dan Rektor UIA ini.
“Tentu kami berduka cita atas berpulangnya almarhumah, seperti diketahui, beliau luar biasa baik dalam dakwah dalam negeri, luar negeri. Menggerakkan majelis taklim dalam hal pemerintahan birokrat,” kata JK.
Saat menjabat menteri, almarhumah Tutty adalah perempuan yang menanamkan hal yang baik dan sangat penting untuk meneruskan ini pendidikan.
“Pesantren yang diselenggarakan mulai daripada ayah almarhumah. Jadi ini sangat kami hargai dan pemerintah negara tentu merasa kehilangan atas berpulangnya almarhumah.” (***) Aji Setiawan
Dalam informasi yang beredar di sosial media, keluarga Tutty, H Dailami Firdaus menyampaikan berita duka tersebut dan menyampaikan rumah duka berada di jl Jatiwaringian No 51 Pondok Gede Bekasi, depan bank BNI. Syifa Fauziyah, salah satu putri almarhum menjelaskan, almarhum ibunya meninggal salah satunya karena infeksi paru. Ia menambahkan, jenazah akan dimakamkan di kompleks Pesantren Yatim Assafiiyah di Jatiwaringin ba’da Ashar.
Beberapa hari sebelumnya, beredar berita hoax bahwa Hj Tuty Alawiyah meninggal yang kemudian diklarifikasi oleh pihak keluarga bahwa berita tersebut tidak benar. Karena itu, info yang kembali beredar kali ini mendapat pertanyaan dari berbagai anggota berbagai grup WA.
Tutty yang juga menjabat sebagai Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Perempuan ini dilahirkan pada 30 Maret 1942 di Jakarta dari pasangan KH Abdullah Syafi'ie dan Hajjah Rogayah. Ayahnya merupakan ulama terkenal asal Betawi sehingga dari kecil ia sudah dididik ilmu agama dengan baik.
Ia melanjutkan lembaga pendidikan yang didirikan oleh ayahnya dibawah naungan Yayasan Perguruan As-Syafi'iyah yang didirikan tahun 1933. Di bawah pengelolaannya, lembaga pendidikan tersebut semakin besar dengan memiliki unit Pesantren Putra-Putri dan Yatim, Pesantren Tinggi Darul Agama, Sekolah Tinggi Wiraswasta, serta Universitas Islam Syafi'iyah.
Selain aktif dalam mengembangkan dakwah, Tutty juga aktif dalam dunia politik. Ia pernah menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada tahun 1998 hingga tahun 1999 pada Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan. Ia juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari tahun 1992 hingga 2004 dari Utusan Golongan.
Sepanjang hidupnya, ia telah menerbitkan 30 buku. Pada tahun 1981, ia mendirikan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT). organisasi ini telah banyak berkontribusi dalam membangun umat Islam di Indonesia, khususnya Muslimah.
“BKMT sebagai salah satu organisasi Muslimah besar di Indonesia ini bisa menjadi corong untuk kemajuan umat,” kata Sekretaris BKMT Syifa Fauziyah, yang merupakan putri dari Tuty Alawiah.
Syifa mengatakan, sejak didirikan 35 tahun lalu, kini BKMT sudah dapat dijumpai di 400 kabupaten/kota di Indonesia. “Diperkirakan sudah ada 10 jutaan lebih anggota BKMT di seluruh Indonesia yang aktif,” jelas dia.
Selain di Indonesia BKMT juga telah merajut jejaring internasional atas peran yang dilakukan oleh seorang Tutty Alawiyah sebagai ketua BKMT dan juga ibunya. “BKMT sendiri sudah ada BKMT Hong Kong, yang sudah pernah kita lantik juga di sana. Kita sebenarnya tidak menutup di negara lain untuk membentuk perwakilan,” kata dia.
Padahal, kata dia, pada awalnya BKMT hanya menargetkan di Jabodetabek saja.
Menurut Syifa, kemajuan-kemajuan kaum Muslimah tersebut merupakan pencapaian tersendiri bagi Tutty Alawiyah sebagai pendiri. Selain karena sosok tokoh Tutty Alawiyah, terdapat beberapa faktor lain yang membuat BKMT dapat berkembang pesat menjadi besar seperti saat ini. Menurut Syifa, faktor lain tersebut salah satunya karena ibu-ibu majelis taklim melihat BKMT terlepas dari partai politik.
BKMT tidak berafilisiasi dengan partai mana pun sehingga mereka bebas dalam bergabung. “Bahkan dari Muhammadiyah atau NU pun bisa tetap masuk BKMT. Jadi, tidak ada embel-embel warna, tidak ada embel partai,” ucap dia.
Kemudian, lanjut Syifa, faktor kedua yang membuat BKMT menjadi besar adalah di setiap daerah sebelumnya pasti sudah ada majelis taklim, baik di mushala atau di masjid, sehingga sesama majelis taklim ada keterikatan satu sama lain. “Aktivis-aktivis BKMT daerah juga mau turun ke pelosok-pelosok untuk menyuarakan BKMT. Jadi, saya rasa itu juga menjadi suatu kemajuan dan bisa menjadi besar seperti sekarang ini,” kata dia.
Syifa mengatakan, Tutty Alawiyah sudah berhasil membangun kemajuan umat lewat bidang pendidikan, dakwah, dan sosial. Di sektor dakwah, kata Syifa, sudah ada BKMT sendiri, di bidang pendidikan sudah ada UIA, sedangkan di bidang sosial sudah ada Pesantren Yatim. “Nah, itu terlihat juga di ibu-ibu di daerah,” ujarnya
Ia mencontohkan, seperti para pengurus BKMT di daerah, tidak sedikit dari mereka yang juga telah mempunyai institusi pendidikan dan banyak dari mereka yang membantu membiayai para yatim piatu juga. “Jadi, kita juga memberdayakan hal itu bahwa kita khairunnas anfauhum linnas, ” ujarnya.
Tidak hanya itu, Syifa juga melihat para anggota BKMT juga semakin kaya dengan pemberdayaan ekonomi. Jika melihat laporan mereka dalam setiap rakernas, kata syifa, banyak dari mereka yang sudah mempunyai koperasi. Bahkan, ada juga yang sudah mendirikan semacam supermarket halal, toko-toko UKM, kerajinan UKM, dan lain-lain.
Untuk membuat anggota BKMT juga dapat berdakwah, Tutty Alawiyah juga telah melakukan kaderisasi untuk ustazah BKMT yang dilaksanakan setiap Selasa pagi. “Itu khusus ustazahnya, baik itu dari Karawang, Bekasi, Bogor, dan lain-lain. Bentuknya pengajian, tapi banyak disisipi soal pengaderan BKMT di daerah,” jelas dia.
Kendati demikian, ada beberapa daerah yang memang menjadi tantangan tersendiri buat BKMT karena pengurusnya kurang bekerja dengan maksimal. “Ada berbagai daerah yang seperti itu. Tapi, justru surprise-nya adalah daerah-daerah yang jauh dan bukan mayoritas Muslim seperti Manado atau Bali itu justru BKMT kuat di sana,” kata dia.
Syifa menambahkan, seorang ibu merupakan madrasah bagi anak-anak dan keluarga. Karena itu, kata dia, dengan memberikan pemahaman terhadap ibu-ibu majelis taklim, BKMT ingin memajukan wanita Muslimah dari segi pendidikan, ekonomi, atau politik.
“Seorang ibu pasti mempunyai dampak besar di keluarga dan lingkungannya, apalagi jika dia aktif di BKMT, banyak hal yang bisa dilakukan sehingga bisa memartabatkan majelis taklim,” ujarnya.
Alm Prof. Dr. Hj Tutty Alawiyah dikenal sebagai pendakwah yang mendapatkan gelar profesor dari Federation Al Munawarah, Berlin, Jerman.
Tak hanya itu, almarhumah juga memiliki pengalaman mengunjungi 63 kota besar di 23 negara berbeda, demi kepentingan berdakwah dan kegiatan sosial lainnya.
Jenazah Almarhumah Prof Dr Hj Tutty Alawiyah, 74 dimakamkan usai Salat Ashar ini di pemakaman keluarga di kompleks Pesantren Khusus Yatim As-Syafiiyah, Jatiwaringin, Pondokgede, Kota Bekasi, Rabu (4/5/2016).
Sebelumnya, sejumlah tokoh nasional dan pejabat negara, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) hadir melayat ke rumah duka di Jalan Raya Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi.
Wapres JK sempat berdoa di sisi jenazah Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Pusat dan Rektor UIA ini.
“Tentu kami berduka cita atas berpulangnya almarhumah, seperti diketahui, beliau luar biasa baik dalam dakwah dalam negeri, luar negeri. Menggerakkan majelis taklim dalam hal pemerintahan birokrat,” kata JK.
Saat menjabat menteri, almarhumah Tutty adalah perempuan yang menanamkan hal yang baik dan sangat penting untuk meneruskan ini pendidikan.
“Pesantren yang diselenggarakan mulai daripada ayah almarhumah. Jadi ini sangat kami hargai dan pemerintah negara tentu merasa kehilangan atas berpulangnya almarhumah.” (***) Aji Setiawan
Penulis: Aji Setiawan, ST