Bahaya Takfir Dalam Dakwah Islamiyah


Islamoderat.com ~ Dunia dakwah Islam sudah mengenal aliran takfiri pada masa fitnah kubro di masa khulafaurrosyidin. Aliran ini mengkafirkan para sahabat-sahabat rasul yang menurut mereka telah keluar dari agama Islam. Aliran ini sangat berbahaya karena pada akhirnya menghalalkan darah sesama umat Islam.

Takfiri secara harfiah bermakna “mengkafirkan”. Diakhiri ya' nisbah menunjukkan kata sifat dari sebuah aliran atau pemikiran, atau apapun. Ideologi takfiri saya pikir ada di semua agama, dan merupakan ciri khas kelompok yang sering dicap sebagai ekstrimis.

Sayyid Muhammad Alawi al -Maliki dalam kitab monumentalnya yang berjudul Mafahim mengawali dengan sebuah tajuk berjudul "at tahdzir minal mujazafah bit takfir" (mengingatkan bahaya sembarangan mengkafirkan), karena beliau melihat bahwa ideologi ini mulai merebak di tengah masyarakat muslim. Kitab mafahim ditulis di awal 1980-an, namun sepertinya tetap relevan hingga sekarang.

Ada sebuah cerita dari seorang sahabat di sebuah desa di Sumenep Madura tentang seorang pendakwah dari luar daerah yang mengkafirkan orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja. Karena di daerah tersebut ada beberapa orang yang tak mengerjakan sholat, maka ajaran ini kemudian menimbulkan keresahan. Orang disalahkan karena tidak sholat mungkin ia bisa terima, namun dikafirkan itu urusan lain. Banyak orang di daerah saya yang mungkin akan sangat marah jika ia dikafirkan.

Da'i itu membawa sebuah dalil yang artinya kurang lebih: “siapa meninggalkan sholat dengan sengaja maka kafir terang-terangan”. hadits ini dipakai dalih menghantam sesame muslim. Sebenarnya memang ada madzhab dalam Islam yang berpandangan seperti itu : Hanbali. Dan kebetulan kebanyakan Salafi memiliki dasar fiqh Hanbali. Jadi ada kecocokan.

Karena ramai dan jadi bahan perbincangan banyak orang di desa tersebut, sahabat saya kemudian mengundang dang da'i. Dia berkata kepada sang da’i: saya akan membacakan ayat al Qur'an yang sangat terkenal pada anda,: “jika engkau bersyukur Aku pasti menambah ni'matKu. jika engkau kafir maka sungguh adzab-Ku sangat pedih”. Beranikah anda mengatakan orang yang tak mensyukuri Ni'mat sebagai kafir berdasar ayat ini? Tanya sahabat saya.

Entah apa jawaban dari sang da'i. Saya tak ingat lagi cerita sahabat saya. Namun saya berharap seorang da’i memahami bahwa penyebutan “kafir” tak segampang itu. Kata kafir dalam makna arab aslinya dengan makna sosial dalam masyarakat indonesia bisa jadi berbeda nuansanya. Kata kafir dari satu hadits dengan hadits yang lain, dari ayat ke ayat yang mungkin berbeda makna. Karena itu menjadi seorang da’i jangan memakai bahasa-bahasa yang frontal dan kasar. Masyarakat bukannya menerima dakwah anda, yang ada justru memusuhi bahkan menjauhi anda. Wallahu’allam bishowwab

*Dosen di Universitas Wiraraja, Sumenep-Madura