Islamoderat.com ~ Ketua Bidang Dakwah MUI Cholil Nasif menjelaskan, NKRI telah mewadahi semua aspirasi umat beragama karena tak ada penganut agama apapun yang kesulitan untuk menjalankan ajaran agamanya.
Maka, kata dia, siapapun mengingkari kesepakatan NKRI berarti Bughat (pembangkang/pemberontak) yang harus diperangi.
Sementara itu, Dr. KH. Ma’ruf Amin selaku Wakil Ketua Umum MUI berpesan kepada seluruh dai agar dalam berdakwah memperhatikan metodenya.
Menurutnya, kebaikan yang disampaikan dengan cara yang tidak benar tidak akan tercapai kebaikan tersebut. Karena itu, kata Ma'ruf Amin, para dai jika berdakwah dengan retorika harus menggunakan perkataan yang lembut (qaulan layyina), mulia (qaulan kariman), argumentatif (qaulan balighan), dan benar (qaulan sadidan). Demikian sebagaimana diberitakan Republika.
Bughot merupakan tindakan haram didalam syari'at Islam. Dalam arti lain, merupakan pelanggaran terhadap syari'at Islam. Dalam khazanah fiqih, bughot berarti “pemberontakan”. Berasal dari akar kata bagha, yang berarti “melampaui batas”. Bughot dilarang menurut fiqih dan pelakunya harus diperangi.
red. Ibnu Manshur
Maka, kata dia, siapapun mengingkari kesepakatan NKRI berarti Bughat (pembangkang/pemberontak) yang harus diperangi.
Sementara itu, Dr. KH. Ma’ruf Amin selaku Wakil Ketua Umum MUI berpesan kepada seluruh dai agar dalam berdakwah memperhatikan metodenya.
Menurutnya, kebaikan yang disampaikan dengan cara yang tidak benar tidak akan tercapai kebaikan tersebut. Karena itu, kata Ma'ruf Amin, para dai jika berdakwah dengan retorika harus menggunakan perkataan yang lembut (qaulan layyina), mulia (qaulan kariman), argumentatif (qaulan balighan), dan benar (qaulan sadidan). Demikian sebagaimana diberitakan Republika.
Bughot merupakan tindakan haram didalam syari'at Islam. Dalam arti lain, merupakan pelanggaran terhadap syari'at Islam. Dalam khazanah fiqih, bughot berarti “pemberontakan”. Berasal dari akar kata bagha, yang berarti “melampaui batas”. Bughot dilarang menurut fiqih dan pelakunya harus diperangi.
red. Ibnu Manshur