Islamoderat.com ~ Jauh sebelum Indonesia lahir, jauh sebelum NU dideklarasikan, KH Hasyim Asy’ari sudah punya pandangan yang sangat jauh, visi misi ke depan, bahwa semangat Islam harus disinergikan dengan semangat nasionalis.
Islam tidak kuat kalau tidak didukung semangat nasionalisme, kebangsaan, mencintai tanah air. Begitu pula wathoniyah, semangat kebangsaan, tidak ada artinya kalau tidak diisi dengan nilai-nilai agama Islam.
Hal itu disampaikan oleh Prof Dr KH Said Aqil Siradj dalam acara ‘Reuni Akbar Ke V Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal)’ di Aula Al-Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri Jawa Timur, Selasa (26/5) malam.
Menurut alumnus Pondok Pesantren Lirboyo tahun 1971 itu, salah satu ulama yang punya kontribusi besar dalam mendidik umat Islam adalah Hadlratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dengan gagasannya; mengsinergikan antara Islam dan nasionalisme.
“Beliau (KH Hasyim Asy’ari, red) berwasiat kepada putranya, Kyai Wahid Hasyim, antara Islam dan nasionalisme jangan dipertentangkan,” tuturnya.
Bagi kiai yang akrab disapa Kang Said itu, gagasan tidak mempertentangkan antara Islam sebagai agama dan nasionalisme sebagai paham dalam bernegara, sangat penting sekali bagi eksistensi Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Karena, menurutnya, apabila keduanya dipertentangkan maka yang akan terjadi adalah konflik antar warga negara sebagaimana yang terjadi di beberapa negara muslim di timur tengah.
“Sekarang bukti. Buktinya, Negara Afghanistan seratus persen muslim, sembilan puluh sembilan persen Hanafi madzhabnya, naqsyabandi tarekatnya, satu persen Syiah, perang terus, karena tidak punya semangat komitmen wathoniyah (menjaga tanah air, red), tidak punya rasa untuk menjaga keselamatan, keutuhan negrinya. Yang ada hanya Islam, allahu akbar. Somali seratus persen muslim, perang terus. Kenapa itu, tidak punya komitmen untuk menjaga negrinya,” paparnya.
Selain menjelaskan tentang pentingnya mencintai tanah air, dalam sambutan atas nama alumni Pondok Pesantren Lirboyo itu, Kang Said mengecam perilaku kekerasan atas nama agama seperti yang dilakukan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Menurutnya, agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. “ISIS membunuh orang seenaknya. Wallahi, bukan Islam itu. Demi Allah, Nabi tidak mengajari seperti itu. Demi Allah, nabi tidak ridlo dengan umat yang kejam seperti itu,” terangnya. [AR/002]
Islam tidak kuat kalau tidak didukung semangat nasionalisme, kebangsaan, mencintai tanah air. Begitu pula wathoniyah, semangat kebangsaan, tidak ada artinya kalau tidak diisi dengan nilai-nilai agama Islam.
Hal itu disampaikan oleh Prof Dr KH Said Aqil Siradj dalam acara ‘Reuni Akbar Ke V Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal)’ di Aula Al-Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri Jawa Timur, Selasa (26/5) malam.
Menurut alumnus Pondok Pesantren Lirboyo tahun 1971 itu, salah satu ulama yang punya kontribusi besar dalam mendidik umat Islam adalah Hadlratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dengan gagasannya; mengsinergikan antara Islam dan nasionalisme.
“Beliau (KH Hasyim Asy’ari, red) berwasiat kepada putranya, Kyai Wahid Hasyim, antara Islam dan nasionalisme jangan dipertentangkan,” tuturnya.
Bagi kiai yang akrab disapa Kang Said itu, gagasan tidak mempertentangkan antara Islam sebagai agama dan nasionalisme sebagai paham dalam bernegara, sangat penting sekali bagi eksistensi Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Karena, menurutnya, apabila keduanya dipertentangkan maka yang akan terjadi adalah konflik antar warga negara sebagaimana yang terjadi di beberapa negara muslim di timur tengah.
“Sekarang bukti. Buktinya, Negara Afghanistan seratus persen muslim, sembilan puluh sembilan persen Hanafi madzhabnya, naqsyabandi tarekatnya, satu persen Syiah, perang terus, karena tidak punya semangat komitmen wathoniyah (menjaga tanah air, red), tidak punya rasa untuk menjaga keselamatan, keutuhan negrinya. Yang ada hanya Islam, allahu akbar. Somali seratus persen muslim, perang terus. Kenapa itu, tidak punya komitmen untuk menjaga negrinya,” paparnya.
Selain menjelaskan tentang pentingnya mencintai tanah air, dalam sambutan atas nama alumni Pondok Pesantren Lirboyo itu, Kang Said mengecam perilaku kekerasan atas nama agama seperti yang dilakukan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Menurutnya, agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. “ISIS membunuh orang seenaknya. Wallahi, bukan Islam itu. Demi Allah, Nabi tidak mengajari seperti itu. Demi Allah, nabi tidak ridlo dengan umat yang kejam seperti itu,” terangnya. [AR/002]
sumber via nujateng
Dari kiri; KH Anwar Iskandar, Prof Dr KH Said Aqil Siradj, KH Abdulloh Kafabihi Mahrus, KH Anwar Mansur, makan bersama dalam satu nampan (Jawa: eblekan) usai acara "Reuni Akbar Ke V Himpunan Alumni Santri Lirboyo", Selasa (26/5). [Foto: Hafidz/NUJateg]