Gejolak Dunia Islam memicu Bangkitnya Agama Zoroaster


Islamoderat.com ~ Salah satu agama minoritas dan tertua di dunia mulai bangkit kembali  di wilayah semi-otonom Kurdistan Irak. Sebagaimana dilaporkan The Daily Beast (1/6).

Agama yang banyak dianut suku Kurdi itu awalnya didirikan oleh Zoroaster, dikenal sebagai Zarathustra, lahir di bagian Kurdi Iran pada 3.500 tahun lalu. Kitab suci agama meeka adalah Avesta yang ditulis dalam bahasa kuno yang merupakan asal muasal Kurdi.

Dimasa kini, diperkirakan hanya ada sekitar 190.000 penganut Zoroastrianisme  di dunia. Setelah Islam menjadi agama yang dominan di wilayah tersebut selama abad ke-7, Zoroastrianisme mulai berkurang bahkan hampir punah.

Untuk pertama kalinya, dalam lebih dari seribu tahun, penduduk setempat di bagian pedesaan provinsi Sulaymaniyah melakukan upacara kuno pada tanggal 1 Mei (2015) lalu. Para pengikut Zoroaster itu mengenakan sabuk khusus yang menandakan mereka siap untuk melayani agama dan memegang teguh prinsipnya.  Prosesi itu semacam prosesi pembaptisan dalam iman Kristen.

Zoroastrian baru (penganut yang telah di-"babtis") berjanji bahwa mereka akan melaksanakan prosesi upacara yang sama di tempat lain di Kurdistan Irak. Mereka jugatelah meminta izin untuk membangun sebanyak 12 kuil di dalam wilayah yang memiliki perbatasan, militer, dan parlemen sendiri.

Penganut Zoroastrianisme juga mengunjungi departemen pemerintah di Kurdistan Irak dan mereka meminta agar Zoroastrianisme diakui sebagai agama resmi. Mereka bahkan memiliki lagu kebangsaan sendiri. Banyak penduduk setempat yang menghadiri acara Zoroaster dan memberikan tanggapan terhadap organisasi Zoroaster dibeberapa media sosial.

Meskipun belum ada angka resmi yang menunjukkan seberapa banyak penduduk Kurdi yang benar-benar beralih ke agama tersebut, tetapi telah banyak perdebatan mengenai hal itu.

Mereka yang sudah menjadi penganut Zoroastrianisme percaya bahwa setelah penduduk setempat mempelajari lebih lanjut tentang agama mereka, maka jumlah mereka akan terus meningkat. Mereka juga tampaknya berupaya menyebarkan paham Zoroastrianisme.

"Agama ini akan mengembalikan budaya dan agama orang-orang Kurdi," kata Luqman al-Haj Karim, seorang wakil senior dari Zoroastrianisme dan kepala organisasi Zoroaster, Zand, yang percaya bahwa sistem keyakinannya lebih "Kurdi" daripada kebanyakan orang. "Kebangkitan adalah bagian dari revolusi budaya, yang memberikan cara baru untuk mengeksplorasi ketenangan pikiran, harmoni dan cinta," tegasnya.

Bahkan, Zoroastrianisme menyakini bahwa kekuatan baik dan jahat terus bergejolak di dunia. Hal inilah yang melatar belakang banyak penduduk setempat yang menduga bahwa kebangkitan agama Zoroaster terkait dengan krisis keamanan yang disebabkan oleh kelompok ekstremis yang dikenal sebagai Islamic State (ISIS).

"Orang-orang Kurdistan tidak lagi tahu mana yang benar-benar gerakan Islam, mana yang ajaran Islam atau sekedar fatwa mereka," kata Mariwan Naqshbandi, juru bicara Departemen Agama Kementerian Kurdistan Irak. Dia mengatakan bahwa kepentingan dalam Zoroastrianisme adalah gejala daripada adanya perbedaan pendapat dalam Islam dan ketidakstabilan agama di wilayah Kurdi Irak, serta di diberbagai negara secara keseluruhan.

"Bagi kebanyakan kelompok liberal dan nasionalis Kurdi, motto yang digunakan oleh Zoroastrian dipandang moderat dan realistis," jelas Naqshbandi. "Ada banyak orang di sini yang sangat marah dengan kelompok Negara Islam (ISIS) yang tidak manusiawi tersebut."

Naqshbandi juga menegaskan bahwa Kementeriannya akan membantu Zoroastrian mencapai tujuan mereka. Hak untuk kebebasan beragama dan beribadah itu dimuat dalam hukum Kurdi.

Sementara Pemimpin Zoroaster al-Karim tidak begitu yakin terkait apakah Negara Islam, atau ISIS, yang telah mengubah cara pandang penduduk setempat tentang agama. "Orang-orang Kurdistan mengalami penderitaan keruntuhan budaya yang benar-benar menghambat terjadinya perubahan," ia berpendapat. "Tidak masuk akal bila menghubungkan Zoroastrianisme dengan kelompok ISIS. Kami hanya mendorong cara pandang yang baru tentang bagaimana menjalani kehidupan yang lebih baik, Zoroaster telah mengatakan cara tersebut untuk kita. "

Didalam media sosial lokal, ada banyak perdebatan tentang hal tersebut. Salah satu pertanyaan yang paling umum adalah: Apakah Kurdi akan meninggalkan Islam secara total dan mendukung keyakinan lainnya?

"Kami tidak ingin menjadi pengganti agama lain," tanggap Al-Karim. "Kami hanya ingin menjawab kebutuhan masyarakat."

Meskipun al-Karim enggan mengakuinya, tetapi secara jelas bahwa setiap orang yang melaksanakan ajaran Zoroastrianisme berarti meninggalkan Islam. Sampai saat ini Ulama Islam dan politisi Islam tidak mengkritik Zoroastrian secara terbuka.

Seorang politisi lokal, Haji Karwan, anggota Persatuan Islam di Kurdistan Irak, mengatakan bahwa dia tidak yakin ada banyak orang telah benar-benar beralih ke Zoroastrianisme. Dia juga menganggap bahwa mereka yang mempromosikan agama tersebut hanya segelitir saja. "Tapi tentu saja, orang bebas memilih agama apa pun yang mereka ingin dipraktekan," kata Karwan. "Islam menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam agama."

Di sisi lain, Karwan tidak setuju dengan pandangan bahwa suatu agama -termasuk Zoroastrianisme- hanya khusus bagi "Kurdi" didunia. Agama datang ke umat manusia secara keseluruhan, tidak untuk kelompok etnis tertentu, katanya.

Diwikipedia disebutkan bahwa, Zarathustra / Zoroaster adalah  nabi dari Persia oleh penganutnya. Dia adalah pencetus Zoroastrianisme yang dianut oleh bangsa Persia. Zarathustra diperkirakan hidup sekitar 1100-550 SM. Ada juga yang mengatakan dia hidup sekitar 1200-600 SM.

Dasar ajaran dari Zarathustra adalah monotheisme, yaitu menyembah hanya satu Tuhan, Ahura Mazda. Angra Mainyu, yang merupakan Sang Kegelapan dan lawan dari Ahura Mazda, adalah pengingkaran Tuhan.

red. Ibnu Manshur