Islamoderat.com ~ Dua kelompok massa menggelar unjuk rasa di luar sebuah masjid di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat. Sekitar 200 demonstran, beberapa membawa senjata ikut serta dalam unjuk rasa anti-Islam sebagai bentuk protes atas serangan bersenjata di Texas beberapa waktu lalu.
Unjuk rasa anti-Islam itu mendapat perlawanan dari sekelompok massa dengan jumlah yang sama, yang juga menggelar unjuk rasa melawan kebencian agama dan ras. "Go home, Nazis," teriak demonstran itu terhadap demonstran anti-Islam, seperti dilansir Reuters, Sabtu (30/5/2015).
Unjuk rasa anti-Islam yang digelar di luar gedung Islamic Community Center of Phoenix ini digagas oleh veteran Perang Irak, Jon Ritzheimer yang sejak lama membenci Islam. Dalam akun Facebook-nya, Ritzheimer memposting foto dirinya memakai kaos yang bertuliskan kata-kata kasar dan mengejek Islam.
"Ini merupakan respons dari serangan baru-baru ini di Texas," sebut Ritzheimer dalam akun Facebook-nya, saat mengumumkan rencana unjuk rasa.
Serangan yang dimaksud adalah serangan teror oleh dua pria bersenjata terhadap sebuah kontes kartun Nabi Muhammad yang digelar oleh American Freedom Defense Initiative (AFDI) di Texas pada 3 Mei lalu. Masjid yang menjadi lokasi unjuk rasa ialah masjid yang menjadi tempat ibadah kedua pelaku.
Ketika unjuk rasa yang digelar pada Jumat (30/5) waktu setempat ini semakin panas, polisi antihuru-hara yang ada di lokasi memisahkan kedua kelompok yang masing-masing terdiri atas 250 orang, dengan menggunakan garis polisi dan barikade. Kedua kelompok saling meneriakkan kata-kata kasar.
Menanggapi unjuk rasa ini, aktivitas salat Jumat di masjid tersebut masih tetap berjalan. Presiden Islamic Community Center of Phoenix mengimbau jamaah untuk tidak terpancing dengan para demonstran, terutama yang menjelek-jelekkan Islam
"Kita harus mengingatkan diri kita untuk tidak menghadapi kesalahan dengan kesalahan, tapi dengan belas kasihan dan pengampunan dan kebaikan," ucap Usama Shami kepada jamaah yang salat Jumat di masjid tersebut.
Secara terpisah, juru bicara Gedung Putih AS Josh Earnest menuturkan, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS terus berkomunikasi dengan penegak hukum negara bagian Arizona maupun kota Phoenix, serta terus memantau perkembangan situasi.
"Bahkan penyaluran ekspresi yang kasar, tidak menyenangkan dan dimaksudkan untuk memecah belah masyarakat yang beragam seperti di Phoenix, tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan aksi kekerasan," sebutnya. Kota Phoenix memang menjadi rumah bagi puluhan ribu warga Muslim di AS.
Menanggapi insiden ini, seorang profesor agama pada Luther College di Iowa, Todd Green memiliki pendapat sendiri. Green yang secara khusus mempelajari Islamfobia ini menyebut, aksi brutal yang dilakukan ISIS dan militan radikal lain telah menodai pandangan sebagian besar rakyat AS terhadap Islam dan warga Muslim di sekitarnya.
"Hampir dua pertiga penduduk Amerika tidak mengenal warga Muslim (di lingkungannya). Apa yang mereka tahu adalah ISIS, Al-Qaeda dan (serangan) Charlie Hebdo," terangnya.
sumber via detik
Unjuk rasa anti-Islam itu mendapat perlawanan dari sekelompok massa dengan jumlah yang sama, yang juga menggelar unjuk rasa melawan kebencian agama dan ras. "Go home, Nazis," teriak demonstran itu terhadap demonstran anti-Islam, seperti dilansir Reuters, Sabtu (30/5/2015).
Unjuk rasa anti-Islam yang digelar di luar gedung Islamic Community Center of Phoenix ini digagas oleh veteran Perang Irak, Jon Ritzheimer yang sejak lama membenci Islam. Dalam akun Facebook-nya, Ritzheimer memposting foto dirinya memakai kaos yang bertuliskan kata-kata kasar dan mengejek Islam.
"Ini merupakan respons dari serangan baru-baru ini di Texas," sebut Ritzheimer dalam akun Facebook-nya, saat mengumumkan rencana unjuk rasa.
Serangan yang dimaksud adalah serangan teror oleh dua pria bersenjata terhadap sebuah kontes kartun Nabi Muhammad yang digelar oleh American Freedom Defense Initiative (AFDI) di Texas pada 3 Mei lalu. Masjid yang menjadi lokasi unjuk rasa ialah masjid yang menjadi tempat ibadah kedua pelaku.
Ketika unjuk rasa yang digelar pada Jumat (30/5) waktu setempat ini semakin panas, polisi antihuru-hara yang ada di lokasi memisahkan kedua kelompok yang masing-masing terdiri atas 250 orang, dengan menggunakan garis polisi dan barikade. Kedua kelompok saling meneriakkan kata-kata kasar.
Menanggapi unjuk rasa ini, aktivitas salat Jumat di masjid tersebut masih tetap berjalan. Presiden Islamic Community Center of Phoenix mengimbau jamaah untuk tidak terpancing dengan para demonstran, terutama yang menjelek-jelekkan Islam
"Kita harus mengingatkan diri kita untuk tidak menghadapi kesalahan dengan kesalahan, tapi dengan belas kasihan dan pengampunan dan kebaikan," ucap Usama Shami kepada jamaah yang salat Jumat di masjid tersebut.
Secara terpisah, juru bicara Gedung Putih AS Josh Earnest menuturkan, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS terus berkomunikasi dengan penegak hukum negara bagian Arizona maupun kota Phoenix, serta terus memantau perkembangan situasi.
"Bahkan penyaluran ekspresi yang kasar, tidak menyenangkan dan dimaksudkan untuk memecah belah masyarakat yang beragam seperti di Phoenix, tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan aksi kekerasan," sebutnya. Kota Phoenix memang menjadi rumah bagi puluhan ribu warga Muslim di AS.
Menanggapi insiden ini, seorang profesor agama pada Luther College di Iowa, Todd Green memiliki pendapat sendiri. Green yang secara khusus mempelajari Islamfobia ini menyebut, aksi brutal yang dilakukan ISIS dan militan radikal lain telah menodai pandangan sebagian besar rakyat AS terhadap Islam dan warga Muslim di sekitarnya.
"Hampir dua pertiga penduduk Amerika tidak mengenal warga Muslim (di lingkungannya). Apa yang mereka tahu adalah ISIS, Al-Qaeda dan (serangan) Charlie Hebdo," terangnya.
sumber via detik